Selesaikan Akar Konflik di Papua : Inilah Solusi yang Ditawarkan Uskup Timika Mgr. Bernardus Bofitwos Baru
Timika,papuaglobalnews.com – Pokja Agama Majelis Rakyat Papua Tengah Provinsi Papua Tengah melaksanakan Diskusi Publik dan Seruan Damai di Nabire, Sabtu 31 Mei 2025.
Dalam diskusi yang disiarkan secara langsung melalui YouTube Jubi TV tersebut, menghadirkan Beny Wenior Pakage, Ketua Pokja Agama MRP Papua Tengah, Pdt. Dr. Socratez Yoman, MA selaku Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis West Papua, Pdt. Dr. Benny Giay dari Dewan Gereja Papua, KH. Saiful Al Payage selaku Ketua MUI Papua, Pdt. Andrikus Mofu, ST.h., M.Th sebagai Ketua Sinode GKI di Tanah Papua dan Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA, Uskup Keuskupan Timika sebagai narasumber.
Uskup Bernardus melalui livestreeming dari kediamannya di Bobaigo Istana Keuskupan Timika mempertanyakan apa yang menjadi akar permasalahan terjadi persoalan berkepanjangan di tanah Papua?
Uskup Bernardus menyebutkan ada beberapa akar persoalan yang membuat Papua terus terjadi konflik.
Pertama, adalah konflik penentuan hak politik bangsa Papua Barat.
“Ini persoalan karena hak-hak politik orang Papua dirampas. Alasan ini menjadi tuntutan yang terus berjalan hingga hari ini. Jadi ini hak politik bangsa Papua Barat,” katanya.
Akar permasalahan kedua, postkolonialisme dan kolonialisme. Setelah kolonialisme dan imperialisme lama dilanjutkan kembali metodologi kolonial baru dengan cara-cara baru, negara lama, Eropa dan negara baru merdeka. Ini semua demi kepentingan ekokomi dan penguasaan sumber daya alam (SDA) dan penguasaan budaya untuk perluasan budaya dan subprioritas budaya.
Ketiga, persoalan pergeseran perampasan hak-hak Orang Asli Papua di segala bidang. Yakni di bidang ekonomi, hukum, politik dan keamanan. Orang Papua seharusnya mempunyai hak menguasai ekonomi dan diberi kewenangan untuk berbisnis tetapi dibatasi bahkan tidak diberi sama sekali.
Keempat, konflik kepentingan mengeksploitasi SDA melibatkan para oligarki yang ada di tubuh pemerintah dan TNI-Polri.
“Jadi orang-orang oligarki, kapitalis justru terlibat dalam kebijakan dalam negara maupun dalam tubuh kaki tangan negara. Sehingga otomatis setiap kebijakan dibuat sekaligus ada proteksi untuk kepentingan investasi eksploitasi sumber daya alam,” kritiknya.
Kelima, akar persoalan upaya menciptakan opini rakyak Indonesia dan Internasional bahwa orang Papua yang jahat dan ancaman bagi negara sehingga orang Papua pantas dikontrol, diawasi dan dikuasai termasuk dibunuh atau dihabiskan.
“Ini opini-opini yang dikampanyekan melalui media dan diplomasi. Ribuan TNI-Polri di tempatkan di Papua dengan alasan menjaga keamanan demi kepentingan negara,” katanya.
Dikatakan, aktor-aktor dalam konflik ini ada aktor negara, TNI-Polri, intelektual yang mendesain konflik ini agar terus terjaga, termasuk menjadi proyek kepentingan.
Sebagai pimpinan Gereja Katolik lokal, Uskup Bernardus menawarkan solusi jangka panjang dan pendek dalam mengakhiri konflik di Papua yang telah banyak jatuh korban jiwa tidak bersalah.
Pertama, perlu pembentukan tim investigasi independen untuk mengungkap siapa pelaku pembunuhan terhadap Mama Hertina seorang ibu penyandang disabilitas untuk diproses secara hukum.
Kedua, orang Papua dan para pemimpinnya mengadakan doa bersama untuk rekonsiliasi melibatkan semua komponen perjuangan sipil Papua maupun komponen perjuangan sayap militer, ULMWP dan semua gereja yang menjadi mediator.
Ketiga, rekonsiliasi untuk lembaga politik Papua sebagai jembatan yang mempunyai peran dalam memperjuangan hak politik Papua menjadi corong perjuangan politik Papua.
“Doa bersama dan rekonsiliasi oleh semua komponen perjuangan Papua dan jembatan politik Papua, ULMWP untuk selesaikan konfliknya,” katanya.
Sementara solusi jangka pendek mengenai kemanusiaan diperlukan gencatan senjata oleh negara dan adanya kunjungan Komisi HAM PBB ke Papua.
“Kita perlu mendesak pemerintah atau negara melakukan investigasi oleh tim independen dari pihak ketiga tanpa melibatkan negara dan Papua, tapi pihak lain,” harapnya.
Solusi jangka panjang menurut Uskup Bernardus, diperlukan dialog politik antar pemerintah dan rakyat Papua untuk menyelesaikan akar permasalahan. Dalam mediasi melibatkan pihak ketiga seperti penyelesaiann konflik Aceh.
Ia berharap hasil dan rumusan diskusi Pokja Agama MRP Papua Tengah dapat disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, DPR RI, MPR RI dan lembaga atau kementerian lainnya di Jakarta. **