Timika,papuaglobalnews.com – Yunus Eki Gobai, Ketua Caretaker Pemuda Katolik Komisariat Cabang Kabupaten Paniai di momen peringatan Hari HAM Se Dunia dengan nada kritis mempertanyakan masih adakah HAM di negara ini?”, “Papua darurat HAM”, “apa kabar HAM di Papua?”, dan “RIP hukum di Indonesia”.

“Saya menyoroti pelanggaran HAM yang terus terjadi di Papua dan meminta Pemerintah Indonesia segera menuntaskan persoalan tersebut. Berbagai kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan hingga saat ini. Kami menuntut agar Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua,” tulis Yunus dalam rilisnya kepada redaksi papuaglobalnews.com, Rabu 10 Desember 2025.

Selain mendesak pemerintah tuntaskan masalah pelanggaran HAM, Yunus meminta media untuk lebih aktif menggambarkan situasi sebenarnya di Papua terkait pelanggaran HAM dan berharap isu-isu ini dapat diketahui secara luas, termasuk di tingkat internasional.

Wakil Ketua DPD I KNPI Papua Tengah ini juga menyoroti situasi tanah Papua yang kini makin berdampak buruk atas penyalahgunaan wewenang militer. Terjadinya pengungsian masyarakat Papua, perampasan tanah adat, dan eksploitasi sumber daya alam merupakan bagian dari pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua.

Proyek strategis nasional di Merauke dan Sorong dengan pendekatan militer akan berdampak pada hilangnya identitas budaya dan adat-istiadat masyarakat Papua.

Pengungsian besar-besaran yang terjadi di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Maybrat, Pegunungan Bintang, dan Yahukimo, merupakan bentuk nyata pelanggaran HAM di Papua.

Selain itu, Yunus menyebutkan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia, seperti Biak Berdarah pada 6 Juli 1998, Wasior Berdarah pada 13 Juni 2001, Merauke Berdarah pada 2 Desember 2001, Wamena Berdarah pada 4 April 2003, Uncen Berdarah pada 16 Maret 2006, Paniai Berdarah pada 8 Desember 2014, dan Deiyai Berdarah pada 1 Agustus 2017.

“Kami akan terus bersuara untuk tanah dan manusia di Papua.” tegasnya.

Pemerintah selalu mengutamakan nasionalisme sempit dengan slogan NKRI harga mati, tetapi mengabaikan keadilan untuk rakyat Papua.

Ia mengkritik keras investasi dan proyek pembangunan yang merampas ruang hidup masyarakat adat atas nama pembangunan nasional.

“Sampai hari ini, Papua terus menghadapi krisis kemanusiaan yang melibatkan kekerasan militer dan perampasan lahan atas nama proyek strategis nasional,” tulisnya.

Menurutnya, semua rentetan kekerasan negara terhadap orang Papua menunjukan bahwa tidak ada masa depan orang Papua bersama Indonesia dan menuntut Pemerintah Indonesia bertanggungjawab seluruh rentetan pelanggaran HAM di Papua selama 64 tahun dengan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dan menghormati hak demokrasi orang lain.

“Orang Papua mau negara membuka ruang demokrasi sebesar-besarnya untuk orang Papua, untuk menyampaikan pendapat dimuka umum dan menghargai sebagai sesama manusia  ciptaan Tuhan serta  menyelesaikan pelanggaran HAM melalui mekanisme hukum internasional secara adil dan bermartabat tercipta perdamaian di Tanah Papua,” ujarnya. **