Oleh Laurens Minipko

TULISAN bagian kedua ini merupakan bagian dari Jejak Pemerintahan Sipil di Mimika yang fokus pada pembagian wilayah administratif pemerintahan sipil yang dikenal dengan nama Onderafdeeling (setingkat sub distrik/kecamatan).

Pembagian wilayah administratif di Nieuw Guinea Belanda (NNG) bukan hanya persoalan teknis pemerintahan, tetapi erat kaitannya dengan dinamika politik, ekonomi, dan kepentingan kolonial Belanda. Sejak awal penegakan kekuasaan Belanda hingga menjelang berakhirnya pemerintahan Belanda di Papua, peta administratif senantiasa berubah mengikuti kebutuhan kontrol, eksplorasi sumber daya, dan simbol prestise kolonial.

”SADAR

Sebelum Kolonial

Sebelum kekuasaan kolonial ditegakkan, masyarakat Papua hidup dalam kelompok-kelompok suku atau klan yang otonom, sering terasing, dan kerap berkonflik satu sama lain. Perang antarsuku, praktik perbudakan, pengayauan, serta pembalasan dendam menjadi bagian dari sistem adat. Kondisi ini menciptakan tantangan besar bagi Belanda ketika mulai menegakkan pemerintahan kolonial. Oleh sebab itu, ketika Parlemen Belanda pada 1898 menyetujui penegakan pemerintahan kolonial di Nieuw Guinea, langkah awal yang ditempuh adalah membagi wilayah menjadi dua afdeeling: Afdeeling Nieuw Guinea Utara dan Afdeeling Nieuw Guinea Barat dan Selatan. Keduanya berada di bawah Keresidenan Ternate.

Pembagian awal ini memperlihatkan orientasi Belanda: memperpendek rentang kendali, meningkatkan efektivitas kontrol, sekaligus menghadirkan negara di wilayah yang luas dan sulit dijangkau.

Keresidenan Nieuw Guinea (1920-1923)

Tahun 1920 menandai perubahan penting. Pemerintah Kolonial membentuk Keresidenan Nieuw Guinea melalui surat Keputusan Gubernur Jenderal pada 17 Maret 1920. Status ini memberi kesan bahwa Belanda menempatkan NNG sejajar dengan wilayah kolonial lain, sekaligus mengingatkan prestise politik kolonialnya. Namun, status ini hanya berlangsung singkat: pada 19 Agustus 1923 keresidenan tersebut dihapus.

Integrasi dengan Maluku (1924)

Sejak April 1924, tiga afdeeling di NNG digabungkan ke dalam Keresidenan Amboina dan Keresidenan Ternate. NNG kemudian dibagi menjadi tujuh onderafdeeling:

  1. Enam onderafdeeling (Manokwari, Sorong, Schouten-eilannden, Japengroep, Hollandia, West Nieuw Guinea) masuk ke Keresidenan Ternate.
  2. Satu onderafdeeling (Nieuw Guinea Selatan) masuk ke Keresidenan Ambon.

Dengan demikian, status afdeeling diturunkan menjadi onderafdeeling, memperlihatkan betapa fluktuatifnya kedudukan administratif NNG dalam struktur kolonial.

Dinamika 1930-an: Dari eksplorasi hingga Pemekaran