Timika,papuaglobalnews.com – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mimika tahun 2025 ini akan menggandeng Freeport Indonesia menjalankan program pengecekan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Air (IKLHA). Pengecekan IKLHA ini suatu yang wajib dilakukan DLH.

Demikian disampaikan Jeffri Deda, Kepala DLH Mimika kepada media belum lama ini.

Meskipun belum diketahui titik mana saja sebagai tempat pengambilan sampel, kata Jeffri  sampel air tersebut akan diuji untuk mengetahui daerah mana yang tercemar dan daerah mana yang belum tercemar.

”MTQ

Ia menyebutkan untuk di wilayah SP2 dan SP3 air kali sudah tercemar ecoli. Ini berdasarkan hasil uji sampel di empat titik lokasi galian C semasa Pemerintahan Bupati Eltinus Omaleng beberapa tahun lalu.

Pencemaran ecoli ini terjadi dimana adanya kandang babi yang dibangun masyarakat sekitar bantaran yang kotorannya langsung dibuang di sungai. Atau warga membangun WC dengan memasang paralon langsung membuang di sungai.

Dalam pemantauan dan pengambilan sampel air di lokasi galian C meskipun DLH tidak mempunyai kewenangan untuk menutup tetapi secara undang-undang aktivitas penggalian merusak lingkungan dan melanggar aturan. Karena hampir semua lokasi galian C dalam kota ilegal.

Pengusaha beraktivitas galian hanya bermodalkan surat ijin pertambangan tanpa ijin lingkungan. Kedua ijin ini dikeluarkan oleh Dinas Provinsi Papua Tengah bukan oleh kabupaten.

“Penambang galian C ini mereka hanya pikir kalau sudah ada ijin tambang sudah bisa. Padahal harus ada ijin lingkungan terkait kelayakan secara tata ruang oleh Dinas PUPR yang sebelumnya di Bappenda. Di kota ini sudah larang dan diperbolehkan hanya di Iwaka,” jelasnya.

Pengusaha perlu mengantongi Ijin Tata Ruang tujuannya supaya memperjelas lahan yang menjadi lokasi galian c milik sendiri, sewa dan sudah mengantongi surat rekomendasi dari Lemasa dan Lemasko. Pengusaha yang sudah memenuhi syarat-syarat ini Dinas Pertambangan baru bisa terbitkan surat ijinnya.

Jeffri menegaskan pengusaha galian c ini selain melanggar tata ruang, undang-undang lingkungan hidup, undang-undang pertambangan juga merusak alam serta mencemari lingkungan.

Ia mengkuatirkan tanpa disadari lama-lama jembatan yang ada di Iwaka, SP5 dan Jembatan Selamat Datang SP2 akan ambruk akibat abrasi kapan saja gara-gara ulah manusia ‘serakah’ merusak alam.

Menurutnya, salah satu solusi terbaik meskipun banyak yang protes, pemerintah harus tegas menutup galian c. Setelah penutupan tugas pemerintah membina pengusaha tersebut beralih bergerak di bidang lain dengan melakukan reklamasi lahan serupa menjadi taman hiburan bersifat ramah lingkungan.

Selain itu, penggalian C di area belakang Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jalan Poros SP2 saat ini sangat mempriharinkan. Kondisi tanah dengan rumah penduduk makin tinggi dari kedalaman galian c.

Kondisi ini menjadi boom waktu bagi warga sekitar yang sewaktu-wakru bisa terjadi banjir dan longsor berujung pada korban nyawa.

Pemandangan serupa di galian C sekitar Jembatan Waker SP5. Suatu waktu jembatan dan Kantor Klasis GKI Mimika akan ambruk jika terjadi musibah banjir dengan intensitas besar karena terjadi abrasi.

Semua titik-titik galian C ini, katanya DLH sudah mengeluarkan surat rekomendasi peringatan. Namun belum bisa berjalan pada saat itu terbentur dengan ditahannya Eltinus Omaleng Bupati Mimika.

Dengan adanya rekomendasi DLH, kewenangan penertiban dan penegakan hukum oleh Satpol PP dan Kepolisian bukan oleh DLH.

Jeffri menganjurkan apabila pengusaha masih keras kepala tetap beraktivitas kepolisian bisa menerapkan menahan Surat Ijin Mengemudi (SIM) para sopir truk, dengan dasar melanggar lalulintas.

Dengan tindakan ini sopir mengalihkan pengambilan material di Iwaka sesuai rekomendasi dan dengan sendirinya galian akan tutup karena tidak ada yang datang membeli.

Ia menambahkan, untuk wilayah Pomako masuk area hutan lindung sehingga dilarang untuk melakukan penebangan pohon karena melanggar undang-undang.

Lahan hutan di Pomako baru bisa digunakan terkecuali mendapat ijin penurunan status hutan lindung menjadi hutan produksi atau Hak Guna Usaha (HGU) seijin Gubernur dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Ia mengungkap DLH Mimika mempunyai program Taman Hutan Raya (Tahura) di wilayah Distrik Iwaka. Namun setelah Dinas Kehutanan Provinsi turun survei menyampaikan wilayah itu tidak boleh disentuh karena masuk hutan lindung.

DLH juga membuat Program Kampung Iklim (Proklim) di Kampung Pigapu dengan menanam pohon bakau supaya daunnya diolah menjadi teh. Namun Dinas Kehutanan Provinsi turun di lokasi menyampaikan wilayah tersebut masuk hutan lindung sehingga programnya dihentikan. **