Timika,papuaglobalnews.com – Mgr. Bernardus Bofitwos Baru,O.S.A, Uskup Keuskupan Timika dalam menjalankan tugas kegembalaan akan berpedoman pada tiga prinsip yang menjiwai seluruh langkah-langkah pastoral di wilayah Kuskupan Timika.

Mgr. Bernardus dalam sambutan pada pentahbisannya di Gereja Katedral Tiga Raja Timika, Rabu 14 Mei 2025 menyebutkan ketiga pinsip itu adalah pertama, memiliki sikap untuk mendengar satu sama lain.

Kedua, sikap terbuka, berdialog atau berkomunikasi satu dengan yang lain apapun perbedaannya.

”MTQ

“Dengan saling berdialog, saling berkomunikasi maka kita saling mengenal,” katanya.

Ketiga, sikap hati yang rela bekerjasama untuk membangun cita-cita bersama Keuskupan Timika.

“Semoga apa yang telah dirintis oleh mendiang Mgr. John Philipus Saklil, Pr kita lanjutkan dan yang belum kita bekerjasama untuk melengkapinya,” katanya.

Mgr. Bernardus siap melanjutkan impian dan visi ‘Tungku Api’. Dimana adat, gereja dan pemerintah adalah mitra untuk membawa damai dan suka cita bagi masyarakat di wilayah Keuskupan Timika ini.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh seorang filsuf terkenal Marthin Buber.

“Bahwa relasi kita bukan relasi antara barang karena ada kebutuhan dan kepentingan. Tetapi relasi karena cinta, aku dengan aku. Subjek dengan subjek. Saling membangun relasi demi nilai kemanusiaan,” katanya.

“Nilai persaudaraan, nilai persahabatan, nilai keilahian di dalam diri kita masing-masing sehingga kita menjadi pintu bagi satu sama lain. Siapapun yang mengalami persoalan dan masalah dalam hidupnya dapat menemukan sukacita karena kita membuka diri untuk saling membangun relasi dan dialog, membangun pengertian dan saling memahami satu sama lain dengan bekerjasama dalam mewujudkan cita-cita bersama,” paparnya.

Ia berharap melalui perayaan pentahbisan dirinya memberikan semangat persatuan dan persekutuan sebagai saudara untuk mewujudkan misi gereja bersama yaitu damai, suka cita, keadilan dan keutuhannya. Sehingga dengan demikian tercapailah apa yang diimpikan oleh Tuhan sendiri kepada umat-Nya dalam persiarahan di dunia ini menuju kepada-Nya.

Ia berpesan janganlah tenggelam dalam evoria dan pesta pora. Berlutut dan berdoalah karena aku dinobatkan dalam sakramen episkopal ini tidak menuntut tahkta dan pujian serta sembah. Tetapi merangkul salib. Aku bukanlah pemenang tetapi domba korban yang dipilih untuk memimpin Keuskupan Timika di Tanah Papua yang diselimuti konflik dan kematian.

Ia mengungkapkan, sesaat setelah terpilih di ruang kapela Kedutaan Vatikan Jakarta menjadi saksi pengaduan dan penyerahan diriku. Aku takut dan menangis bukan dalam kemenangan tapi dalam ketakutan dan keterdiaman sambil bertanya kepada Tuhan mengapa aku. Aku menyerahkan kelemahan-kelemahan kepada Sang Gembala Agung, aku merasa tidak layak tetapi ada bisikan suara Tuhan membutuhkan. Tuhan tidak membutuhkan yang kuat dan sempurna dan suci. Tuhan hanya membutuhkan jawaban korban dan kesediaan dari diriku.

Aku akan memikul tanggung jawab besar, banyak beban yang harus aku pikul. Aku akan lelah, capai dan letih tetapi karena bantuan Tuhan dan doa Bunda Maria beserta umat sekalian menjadi kekuatan dan peneguhan bagi saya dan bersama-sama memikul beban pelayanan di Keuskupan Timika.

Kepada semua umat, ia mengajak bawalah dirinya dalam doa. Bila mengingatnya maka berjumpa dengannya dalam doa. **