Martabat Manusia Papua Lebih Mulia dari Emas, Intan dan Permata
Oleh : Selpius Bobii (Aktivis HAM, Ex TAPOL Papua, Ketua Umum FRONT PEPERA Papua Barat, Koordinator JDRP2)
MARTABAT manusia jauh lebih mulia dari emas, intan, dan permata. Tetapi, kemarin dan hari ini martabat manusia Papua dikorbankan demi memburu emas, intan dan permata.
Keluhuran ekosistem alam lingkungan (tanah air) lebih bernilai dari nilai emas, intan dan permata. Tetapi, kemarin dan hari ini keseimbangan ekosistem alam lingkungan Papua terganggu karena ulah manusia serakah yang tak bertanggungjawab, yang berdampak pada kerusakan ekosistem alam lingkungan (ekosida), yang berdampak pada kelangsungan hidup manusia.
Budaya adalah kemegahan jati diri setiap suku bangsa. Tetapi keluhuran jati diri bangsa Papua dihancurkan dari awal 1 Mei 1963 melalui pembakaran buku dan dokumen sejarah, serta pembakaran atribut budaya suku-suku asli bangsa Papua. Praktek penghancuran budaya itu masih berlanjut hingga sampai hari ini. Misalnya melarang mencetak buku dan tak izinkan untuk menyebarluaskan buku-buku yang berisi sejarah dan pandangan ideologi kepapuan. Termasuk pelarangan pengibaran bintang fajar yang adalah lambang kemegahan jati diri bangsa Papua. Ini adalah praktek dan tindakan kejahatan etnosida.
Keutuhan manusia Papua seperti manusia lain yang adalah makhluk yang paling mulia, yang adalah rupa dan gambar Allah itu dinodai, bahkan dihancurkan melalui berbagai cara; antara lain: penghinaan, pelecehan, penjualan MIRAS, pembukaan prostitusi, dan sistem pendidikan yang tidak bermanusiawi, dan praktek terselubung lainnya itu membunuh karakter dan spirit manusia Papua (spiritsida). Dan juga pembunuhan atau pembataian orang asli Papua, baik secara langsung dan tak langsung yang sistematis, terukur, dan masif yang berdampak pada pemusnahan etnis Papua secara perlahan lahan (slow moving genosida).

































