Administrator Keuskupan Timika Keluarkan Surat Gembala Prapaskah 2025, Pertobatan Ekologis Dalam Semangat GERTAK
Kita memasuki Masa Prapaskah tahun 2025 pada hari Rabu, 5 Maret. Setiap tahun, kita memulai Masa Prapaskah yang ditandai dengan penerimaan abu di dahi. Abu menjadi tanda atau simbol bahwa kita memasuki masa pantang dan puasa.
Pantang berarti mengurangi kebiasaan tertentu dalam hidup, seperti merokok, minuman beralkohol, perjudian, dan sebagainya. Sementara itu, puasa berarti makan satu kali dalam sehari, khususnya pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Bunda Gereja mengajak kita untuk mengambil bagian dalam puasa Tuhan Yesus di padang gurun selama 40 hari dalam Masa Prapaskah. Selain itu, kita berpantang dan berpuasa sebagai bentuk solidaritas dengan sesama ciptaan Tuhan sekaligus mendekatkan diri kepada-Nya, Sang Pemberi Kehidupan.
Sikap dan tindakan lahiriah seperti puasa dan pantang mengarahkan kita kepada dimensi rohani, yakni pertobatan batiniah. Pertobatan ini mengajak kita untuk meninggalkan egoisme, keserakahan, konsumerisme, kesombongan, dan hedonisme.
Kita juga diajak untuk memperhatikan dimensi sosial, ekologi, dan budaya, serta menjaga kebersamaan dalam keutuhan ciptaan Tuhan. Pada Prapaskah tahun lalu (2024), kita merenungkan pengembangan ekonomi dengan memperhatikan pelestarian ekologi. Maka, dalam Masa Prapaskah tahun ini, selama lima minggu, kita akan merenungkan tema: “Pertobatan Ekologis dalam Semangat Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak).”
Tema Pertobatan Ekologis mengingatkan kita bahwa manusia adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan makhluk lain di bumi. Dalam kisah penciptaan (Kej. 1-2), Allah menciptakan manusia pada hari terakhir setelah menciptakan ciptaan lainnya. Manusia diciptakan menurut citra dan gambar Allah agar ikut serta dalam tanggung jawab untuk mengelola serta menjaga alam. Manusia adalah makhluk ciptaan yang mulia dan paling dikasihi-Nya, sehingga Allah menuntut manusia untuk bertanggung jawab dalam perlindungan dan pengelolaan alam. Manusia diberikan tanggung jawab moral agar alam berkembang sesuai dengan kodratnya.
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar keluhan tentang cuaca yang semakin panas, bahkan kita sendiri mengalaminya. Beberapa daerah mengalami perubahan iklim, pergeseran musim, serta abrasi yang mengakibatkan penduduk di pesisir pantai harus berpindah ke wilayah yang lebih aman. Menurut para ahli, perubahan iklim ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi akibat perubahan ekosistem alam. Sayangnya, perubahan ekosistem ini tidak lepas dari ulah dan keserakahan manusia. Manusia yang diciptakan menurut citra Allah telah menyalahgunakan tugasnya dalam menguasai bumi (Kej. 1:28), sehingga berdampak pada kerusakan alam.
Salah satu faktor utama penyebab kerusakan alam yang berujung pada pemanasan global adalah faktor ekonomi. Dalam pengembangan ekonomi, manusia lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan. Orientasi pertumbuhan ekonomi ini sering kali mengarah pada pencarian keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan dampak kerusakan alam maupun kesejahteraan sesama.
Negara dan individu yang hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi akan mengorbankan ciptaan Tuhan, baik alam maupun manusia. Ketika negara terjerat utang, eksploitasi alam pun semakin masif melalui pembabatan hutan (HPH) dan pembukaan tambang baru. Bahkan, lembaga agama pun kadang dilibatkan dalam pengelolaan tambang untuk kepentingan tertentu, sehingga suara moral lembaga agama ingin dibungkam.
Ekonomi seharusnya melayani manusia dan menjaga kelestarian alam. Pembangunan ekonomi harus berpusat pada kesejahteraan manusia serta keseimbangan lingkungan. Pengembangan ekonomi tidak boleh mengeksploitasi manusia dan alam secara berlebihan. Selama pembangunan ekonomi hanya berorientasi pada pertumbuhan, maka martabat manusia dan keutuhan ciptaan akan terabaikan.
Manusia tidak akan lagi dipandang sebagai pribadi yang berharga, melainkan sebagai objek yang dapat diperjualbelikan demi keuntungan. Ketika manusia tidak dihargai martabatnya, maka citra Allah dalam dirinya juga diabaikan. Alam pun akan menjadi korban keserakahan manusia, dirusak tanpa memperhatikan keberlanjutan kehidupan.
Pertobatan ekologis adalah perubahan sikap, perilaku, dan tindakan manusia dalam menjaga kelestarian alam. Pertobatan ini mengajak kita untuk beralih dari pola pikir eksploitatif menuju pola pikir pelestarian lingkungan demi keberlanjutan kehidupan.