2. Rapat di Luar Timika atau di Luar Papua

Kebijakan itu berdampak pada memberi suasana kerja baru dan mengurangi gangguan dari aktivitas rutin, namun memerlukan biaya lebih besar (beban biaya tiket, akomodasi dan uang harian) dan membuat akses masyarakat serta media lokal untuk memantau proses pembahasan menjadi terbatas. Secara simbolik, ini bisa menimbulkan kesan jarak antara pengambil kebijakan dan masyarakat. Dalam perspektif Anthony Giddens kebijakan ini disebut disembedding: keputusan yang menyangkut hajat publik asal diambil di luar tanahnya sendiri.

Risiko Kepercayaan dan Ketidakpercayaan Publik

”SADAR

1. Risiko Kepercayaan Publik

Bilamana kebijakan pembahasan APBD perubahan dilakukan di Timika maka akan berdampak pada kepercayaan publik. Apa yang dipercayai publik? Bahwa tata kelola pemerintahan daerah dibangun di atas kesan keterbukaan, kedekatan, dan akuntabilitas. Publik cenderung memandang proses ini sebagai langkah yang berpihak pada keterjangkauan dan partisipasi. Keberadaan rapat di pusat aktivitas warga membuka peluang bagi pemantauan langsung oleh media lokal, LSM, dan masyarakat sipil.

Selain itu, memilih Timika sebagai lokasi pembahasan APBD Perubahan memberi kesan bahwa pemimpin daerah dan anggota DPRD tidak berjarak dengan konstituen. Mereka bekerja di ruang yang sama dengan denyut aktivitas kota, tidak mengisolasi diri di hotel atau ruang rapat eksklusif di luar daerah. Transparansi ini menjadi signal kuat bahwa kebijakan dan penganggaran dibicarakan dalam ruang yang bisa diakses, terbuka dan diawasi publik.

2. Risiko Ketidakpercayaan Publik

Ketika pemabahasan APBD Perubahan dilakukan di luar Timika, meskipun alasan efisien atau teknis bisa disampaikan, publik berpotensi menafsirkan kebijakan itu sebagai penghindaran dari pengawasan langsung. Persepsi semacam ini dapat mengikis kepercayaan publik, karena proses pengambilan keputusan terlihat menjauh dari mata warga. Dengan demikian, pilihan untuk membahas APBD perubahan di Timika bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga strategis membangun legitimasi dan menguatkan simpul kepercayaan antara pemerintah daerah dan masyarakat/konstituen (asal suara yang melegitimasi jabatan).

Memilih tempat rapat pembahasan APBD Perubahan bukan sekadar ordinatisasi teknis atau logistik, ia adalah keputusan politik yang lahir dari kuasa dan kewenangan. Di balik penentuan lokasi itu tersimpan simbol siapa yang memegang kendali, siapa yang diundang masuk ke ruang pengambilan keputusan, dan siapa yang dibiarkan menjadi penonton.

Pilihan tempat bisa menjadi tanda keterbukaan atau justru penghalang, bisa membangun kedekatan dengan masyarakat atau menegaskan jarak kekuasaan dari rakyat. Dalam politik anggaran, ruang fisik tempat rapat bukan hanya wadah pembahasan, tetapi juga medan yang memproduksi makna dan pesan kekuasaan.

APBD adalah cerminan politik sebuah daerah. Ia menunjukkan prioritas, nilai, dan cara kerja para pengambil kebijakan. Ketika prioritas penetapan kebijakan pada mandatory pendidikan, bayar utang, dan lokus rapat ditetap, publik punya hak untuk bertanya: apakah ini benar-benar keputusan terbaik untuk Mimika? Ataukah sekadar kompromi politik dan simbol administratif yang jauh dari realitas rakyat.

Seperti kata pepatah, anggaran yang baik bukan sekadar tentang angka, tapi tentang siapa yang diuntungkan dan siapa yang dilupakan. (Isi tulisan tanggung jawab penulis)