Prihatin Kasus Pelanggaran Ham Berat di Papua, Tokoh Intelektual Puncak Minta Pemerintah Tarik Pasukan Militer
Timika,papuaglobalnews.com – Nelson Tenbak dan Yerry Elas, tokoh intelektual Kabupaten Puncak Papua Tengah merasa prihatin dengan situasi konflik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang dialami masyarakat Papua, khususnya di dua kabupaten yakni Intan Jaya dan Puncak saat ini. Adanya konflik senjata masyarakat sudah tidak lagi merasakan hidup yang aman, damai dan tenang di negerinya namun meninggalkan duka, perasaan takut dan trauma.
Demikian disampaikan Nelson dan Yerry dalam konferensi pers di salah satu tempat di Timika, Minggu 8 Juni 2025.
Sebagai kaum intelektual milenial, Nelson melihat konflik sejak terjadinya perampasan lahan, masalah konflik Papua Merdeka imbasnya sungguh dirasakan masyarakat kecil di kampung-kampung yang tidak tahu apa-apa.
Namun, Nelson menyayangkan persoalan yang begitu panjang ini pemerintah sendiri belum mampu menangani hingga tuntas.
Neslon sebagai tokoh intelektual Puncak berkewajiban bicara masalah ini, demi membela kepentingan masyarakat OAP. Karena dampaknya sangat kuat dirasakan dimana aktivitas pendidikan, pelayanan kesehatan dan pembangunan lainnya menjadi terhenti. Bahkan ketenangan masyarakat hidup sudah redup dan menjadi ancaman.
Dikatakan, kehidupan masyarakat Puncak dan Intan Jaya saat ini ibaratnya sudah tidak berdaya. Seluruh aktivitas untuk berkebun, anak-anak berangkat ke sekolah atau berobat ke rumah sakit sudah tidak leluasa.
Menyikapi hal itu, Nelson menghimbau dan mengajak kaum intelektual yang ada di Papua Tengah duduk bersama samakan persepsi dan gagasan untuk mendata dan mengkaji permasalahan untuk dirumuskan secara baik.
Data hasil kajian yang sudah dirumuskan nanti diserahkan kepada Presiden melalui Menteri HAM, Komnasham, LBH maupun lembaga-lembaga kemanusiaan lainnya untuk membahas masalah ini secara serius.
Ia berharap bicara menyelesaikan persoalan Papua harus di Papua bukan di Jakarta.
Banyaknya warga mengungsi dan jatuh korban, Nelson mengharapkan pemerintah untuk menarik semua pasukan militer yang ada di Puncak dan Intan Jaya atau Papua umumnya.
Menurutnya, hadirnya militer yang masif di tengah masyarakat akar rumput, di lingkungan pemerintah, gereja, sekolah, kesehatan dilengkapi senjata membuat mereka kehilangan rasa damai dan tenang.
“Kita harap masukan-masukan yang disampaikan ini bisa didengar para pengambil kebijakan untuk kepentingan rasa aman, damai masyarakat pribumi,” harapnya.
Di tempat yang sama, Yerry Elas merasa prihatin dengan situasai keamanan di Puncak dan Intan Jaya yang saat ini dialami oleh ribuan masyarakat terpaksa mengungsi di tempat-tempat yang aman.
Menurut Yerry sumber akar permasalahan yang terjadinya konflik di Puncak dan Intan Jaya termasuk di Papua umumnya karena kehadiran militer yang terlalu masif dan semua bidang dikuasai oleh TNI.
“Di bidang pendidikan, kesehatan, di gereja dan pembangunan dikuasai oleh militer. Jadi semua hak-hak dasar masyarakat pribumi dikuasai. Ini jadi sumber munculnya ketidakadilan dan tidak rasa aman,” sesalnya.
Yerry mengharapkan presiden menarik kembali pasukan militer maupun non organik di wilayah tanah Papua, lebih khusus di daerah rawan konflik.
Sebagai putra Puncak menolak pemerintah membangun Papua dengan pendekatan militerisasi, tetapi dengan pendekatan humanism atau kemanusiaan. Jika kedepankan pendekatan militerisasi bukan solusi menyelesaikan konflik tetapi membuat persoalan semakin panjang. **