Pertemuan IV APP 2025, Merawat Sumber-Sumber Air Mengasihi Sember Kehidupan
UMAT Katolik memasuki pertemuan IV dalam masa Prapaskah Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2025.
Pada pertemuan ke IV, umat Katolik Keuskupan Timika menjalani pendalaman iman mengisi masa tobat dengan merefleksikan subtema ‘Merawat Sumber-Sumber Air Mengasihi Sumber Kehidupan’. Sub tema ini merupakan bagian terpenting dari tema utama ‘Pertobatan Ekologis’.
Berikut isi lengkap materi refleksi yang disusun Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Timika yang dapat dibaca oleh umat atau masyarakat luas.
Air bersih merupakan masalah yang paling mendasar. Air adalah sumber kehidupan yang tidak boleh tidak ada karena merupakan kebutuhan pokok dan mendasar dari manusia dan ciptaan lain. Terlebih dengan tercukupinya air bersih maka akan terjamin kehidupan dan kesehatan manusia.
Bapa suci dalam ensiklik Laudato Si (28) menegaskan bahwa cadangan air bersih yang dahulu (10 tahun yang lalu) masih relatif stabil, sekarang di beberapa tempat terjadi persoalan serius: permintaan melebihi pasokan berkelanjutan. Selain semakin menipisnya cadangan air bersih yang juga diakibatkan semakin berkurangnya sumber-sumber air akibat penebangan hutan, privatisasi sumber-sumber air dan pesatnya hunian-hunian baru; kualitasnya pun perlu kita pertanyakan.
Masalah kualitas air bagi kita adalah masalah yang sangat mendasar dan serius, khususnya kualitas air di daerah perkotaan akibat pencemaran sampah-sampah.
Kualitas air yang rendah berdampak pada kesehatan, menyebabkan kematian setiap saat. Maka tidak perlu heran kalau aneka penyakit yang berkenaan dengan air banyak kita temukan, termasuk yang disebabkan oleh mikro organisme dan zat kimia yang terkandung dalam air.
Disentri dan kolera yang terkait dengan persoalan higienis dan persediaan air yang tidak layak untuk dikonsumsi adalah faktor pemicu utama dan berdampak signifikan pada kematian bayi.
Krisis air semakin menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan di mana kuantitas dan kualitasnya semakin berkurang ditambah adanya kecenderungan di beberapa tempat adanya privatisasi sumber daya air ini dengan mengubahnya menjadi bahan dagangan yang tunduk pada hukum pasar (LS, 29).
Air sebagai hak kehidupan semua makhluk dan sumber hidup manusia dan ciptaan Allah sebagai rahmat dari Allah menjadi berkurang bahkan mengarah ke hilang. Kita menyadari bahwa akses ke air minum yang aman dan bersih merupakan hak asasi manusia yang mendasar dan universal. Hak ini sangat menentukan untuk kelangsungan hidup manusia dan dengan demikian menjadi prasyarat pelaksanaan hak asasi manusia lainnya (bdk. LS, 30).
Semangat pertobatan ekologis berkenaan dengan air sangat perlu dan mendesak untuk kita upayakan dengan hal-hal yang lebih nyata.
Sebagai Gereja kita mempunyai utang sosial berkenaan dengan air kepada generasi mendatang, yaitu anak cucu berikutnya. Coba kita perhatikan dalam kehidupan kita, termasuk dalam berparoki betapa kerap kali kita memboroskan air dengan membuka kran air tanpa menutupnya kembali. Dan jika kita menggunakan air kemasan yang harganya mahal namun kita hanya meminumnya sedikit lalu dibuang. Bukankah ini adalah tindakan yang tidak menghargai air dan pemakaian minuman dalam kemasan pabrik yang semakin berlimpah juga akan menimbulkan polusi di lingkungan kita?