Nabire,papuaglobalnews.com – Birokrasi pemerintah di tanah Papua sering menggunakan ‘Sistem Pengusaha Langganan atau Rekanan Abadi’. Dalam pemberian pekerjaan lebih mempertimbangkan ‘fee’. Pengusaha Papua ingin memperoleh paket proyek harus menggunakan aksi demo sebagai bentuk tekanan atau protes terhadap pemerintah sebagai cara meminta pekerjaan.

Demikian disampaikan John NR Gobai, Anggota DPR Papua Tengah dalam rilisnya kepada papuaglobalnews.com, Senin 16 Juni 2025.

Ia menyoroti terdapat peran ganda ASN dan kontraktor di Papua yang tentu juga membuat Orang Asli Papua (OAP) yang berprofesi pengusaha semakin kecil peluangnya untuk memperoleh pekerjaan dari APBD dan APBN. Kondisi ini terjadi pengusaha Papua harus berhadapan dengan sistem kongsi pengusaha non Papua. Dampaknya masih tingginya angka pengangguran pada usia angkatan kerja di Tanah Papua.

”MTQ

Selain itu, mantan Anggota DPR Provinsi Papua ini mengkritisi ada oknum pengusaha non Papua menggunakan nama OAP sebagai bemper tanpa pemberdayaan bagi OAP tersebut.

Sebaliknya, masih terdapat oknum pengusaha Papua yang menjual pekerjaannya dan bergantung di dahan pengusaha non OAP.

“Belum merata penggunaan teknologi informasi secara online. Bagi yang menguasai teknologi informasi termasuk pembelian barang tidak harus dengan E-Purchase bisa melalui e-Katalog Barang, seperti yang diatur secara nasional,” tulisnya.

Dikatakan, sesuai dasar hukum Uundang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 Pasal 2 Ayat 1 menyatakan, “Setiap Orang Berhak Atas Pekerjaan dan Penghasilan yang Layak serta Bebas Memilih dan/atau Pindah Pekerjaan Sesuai Dengan Bakat dan Kemampuannya”.

Sementara dalam Ayat 2 menyatakan, Orang Asli Papua Berhak Memperoleh Kesempatan dan Diutamakan Untuk Mendapatkan Pekerjaan Dalam Semua Bidang Pekerjaan Di Wilayah Provinsi Papua Berdasarkan Pendidikan dan keahliannya.

Perpres Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

“Berdasar fakta dan regulasi diatas, maka kami  mengusulkan menggunakan hak inisiatif anggota DPRPT Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Papua Tengah  Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pelaku Usaha Orang Asli Papua yakni,  jenis pengadaan Barjas  Penunjukan Langsung.

Pengadaan Langsung Barang/Jasa untuk Pelaku Usaha Papua dengan nilai kegiatan paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dengan nilaipPagu anggaran paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

  Tender Terbatas

Tender terbatas barang/jasa untuk pelaku usaha bernilai paling sedikit bagi pelaku usaha OAP yaitu Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,00 (Dua miliar lima ratus juta rupiah).

Kso dan Subkontraktor

Sebagai penyedia barang/pekerjaan dilakukan oleh pengusaha non Papua, dan memberikan subkontraktor kepada pengusaha Papua.

 Swakelola

Perpres 16 Tahun 2018, yang dimaksudkan swakelola merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat tanpa melibatkan badan usaha dan OPD.

Masyarakat yang dimaksud adalah kelompok-kelompok masyarakat seperti ikatan mahasiswa, asrama-asrama, anak-anak yang belum mendapat pekerjaan di jalan-jalan sehingga perlu dibentuk kelompok binaan.

Menurutnya langkah ini perlu dilakukan untuk mengatasi pengangguran.

 Ketentuan Pidana

Dalam regulasi ini juga akan diatur sanksi baik bagi pelaku usaha OAP dan juga pemberi pekerjaan yang tidak taat pada ketentuan peraturan perundangan ini.

Ketentuan pidana ini perlu dibuat demi perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan pelaku usaha asli Papua.

Dikatakan, Pemkab wajib membuat pembinaan dan pengawasan bagi pelaku usaha orang Asli Papua, dengan penguatan kapasitas bagi pengusaha asli Papua dan juga bagi KAPP sebagai organisasi payung bagi pengusaha asli Papua.

Ia berharap Pemkab harus dapat melaksanakan secara sungguh-sungguh sesuai Perpres dan Perdasi.

“Hentikan kerja ganda atau melalui keluarga atau rekan oleh oknum Pemkab,” tegasnya. **