Vinsent menilai pembakaran mahkota burung cenderawasih sebagai bentuk pelecehan serta penghinaan budaya yang tidak dapat dibenarkan serta diterima secara akal sehat.

“Kalau hanya minta maaf, semua orang bisa minta maaf. Tapi kalau sudah melanggar kebudayaan, tidak bisa selesai hanya dengan kata maaf,” tegasnya.

Atas kejadian yang melukai hati masyarakat Papua ini, Vinsent mendesak pihak BBKSDA Papua untuk memberikan klarifikasi yang transparan kepada masyarakat Papua.

”SADAR

Selain itu, ia mendesak Kapolda Papua dan Pangdam Cenderawasih untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatan beberapa oknum anggota TNI-Polri dalam insiden tersebut.

Vinsent  menolak keras klaim pihak BBKSDA Papua atau oleh siapapun yang setuju dengan pemusnahan tersebut dengan alasan sesuai aturan yang berlaku, yakni Permen LHK Nomor P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017, bahwa pemusnahan barang sitaan ini merupakan bagian dari kegiatan patroli dan pengawasan terpadu terhadap peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) illegal, karena telah ‘membuat sakit hati leluhur di negeri ini’.

Vinsent mengajukan pertanyaan kritis mengenai standar penanganan barang sitaan negara.

Ia mengungkapkan beberapa waktu lalu, Kejaksaan Agung menyita uang triliunan rupiah. Uang triliunan itu mengapa tidak dibakar? Tetapi mahkota burung Cenderawasih yang merupakan warisan budaya justru harus dibakar. Barang sitaan tidak semua harus dimusnahkan dengan cara dibakar, apalagi karya budaya.

Vinsent mengajak seluruh pemangku kepentingan di Papua termasuk tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah daerah untuk bersama-sama menjaga kelestarian burung Cenderawasih, dengan tetap menghormati nilai-nilai budaya yang melekat pada simbol tersebut. **