Monopoli Suplai Ikan dan Daging ke Freeport, KAPP Mimika Palang Kantor PT PUMS, Tuntut Hak OAP Penerima Dampak Tambang Dikembalikan
Timika,papuaglobalnews.com – Badan Pengurus Daerah Kamar Adat Pengusaha Papua (BPD-KAPP) Kabupaten Mimika melakukan aksi pemalangan Kantor PT PUMS Mimika yang berlokasi di Jalan Poros Timika–Pomako Kilometer 07, Senin 22 Desember 2025.
Aksi pemalangan dilakukan secara damai dengan menggembok pintu masuk kantor menggunakan rantai. Aksi ini dipimpin langsung Ketua DPD KAPP Mimika, Yupinus Beanal, didampingi sejumlah pengurus dan anggota KAPP Mimika.
Usai pemalangan, Ketua KAPP bersama perwakilan pengurus menggelar pertemuan tertutup dengan Tony, Wakil Manager PT PUMS Mimika, yang hadir mewakili pimpinan perusahaan. Pimpinan PT PUMS disebut tidak dapat hadir karena sedang berada di Jakarta dengan alasan urusan keluarga (kedukaan-red).
Dalam keterangannya kepada papuaglobalnews.com, Yupinus menjelaskan bahwa aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk keberpihakan KAPP Mimika kepada para supplier ikan lokal dari Suku Amungme dan Kamoro yang selama ini merasa dirugikan.
“Sebagai Ketua KAPP Mimika, saya mewakili para pengusaha dan supplier ikan lokal Suku Amungme dan Kamoro yang merasa hak-haknya sebagai masyarakat penerima dampak langsung dan permanen dari aktivitas tambang telah dirampas oleh pihak lain,” tegas Yupinus.
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil pertemuan dengan perwakilan PT PUMS Mimika, disepakati bahwa untuk sementara waktu pemberian dan pembagian Purchasing Order (PO) ikan ditahan (dihold) sambil menunggu keputusan pimpinan PT PUMS di Jakarta.
“Aspirasi supplier ikan lokal di bawah naungan KAPP akan kami sampaikan secara resmi ke pimpinan PT PUMS di Jakarta. Kami meminta agar tuntutan yang sebelumnya telah disampaikan melalui aksi supplier ikan lokal pada 10 Oktober 2025 di bawah payung LEMASA segera dijawab,” ujarnya.
Yupinus menegaskan bahwa aksi pemalangan ini merupakan bentuk perpanjangan tangan LEMASA, karena KAPP Mimika di bawah kepemimpinannya telah memperoleh pengakuan dan legitimasi adat dari Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme serta Dewan Adat LEMASA.
Lebih lanjut, ia menyebut aksi tersebut merupakan ekspresi kekecewaan dan rasa ketidakadilan terhadap PT PUMS yang dinilai belum memberikan peluang yang adil dan merata bagi pengusaha asli Suku Amungme, Kamoro, dan Orang Asli Papua (OAP) lainnya.
“PT PUMS sebagai vendor utama suplai makanan ke PT Pangansari dan PT Freeport Indonesia, khususnya di divisi food group, belum secara nyata menjalankan pemberdayaan ekonomi lokal bagi pengusaha asli Amungme dan Kamoro,” sesalnya.
Menurut Yupinus, jika berbicara tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, maka hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Freeport Indonesia yang seharusnya juga dijalankan oleh Departemen Strategic Planning Catering and Camp (SPCC) PTFI, PT Pangansari Utama Mitra, serta PT PUMS sebagai pintu masuk distribusi bahan makanan.
“Ikan laut, ikan air tawar, daging ayam, daging sapi hingga daging babi seharusnya dapat dikelola oleh masyarakat asli Amungme dan Kamoro, sebagaimana yang selama ini sudah berjalan pada sektor supplier sayur, buah, dan bahan makanan lainnya,” katanya.
Yupinus juga mengungkapkan bahwa dirinya telah berulang kali menyurati Divisi Food Group melalui Departemen SPCC PTFI, baik melalui email maupun surat resmi, untuk meminta audiensi. Namun, respons yang diterima dinilai tidak jelas dan justru mengarah pada pengalihan ke Departemen SLD dan Community Relations.
“Kami diarahkan ke SLD dan Community Relations dengan alasan jalur masyarakat Amungme dan Kamoro ada di sana. Padahal kami menilai ini bentuk pengalihan, karena di Divisi Food Group terdapat kepentingan bisnis yang tertutup dan mengarah pada praktik KKN,” tegasnya.
Ia bahkan menuding adanya praktik mafia Purchasing Order di Departemen SPCC yang melibatkan oknum pimpinan maupun staf, sehingga merugikan pengusaha lokal asli Amungme dan Kamoro.
“Hulu PO ada di tangan mereka, tetapi pengusaha lokal ikan dan daging dari Suku Amungme dan Kamoro justru tidak mendapatkan jatah PO sebagai penerima dampak langsung operasional PTFI. Kalaupun ada, penerimanya bukan orang Amungme dan Kamoro, melainkan pihak lain yang mengatasnamakan suku kami,” Sesalnya.
Yupinus menegaskan bahwa aksi pemalangan dan demonstrasi akan terus berlanjut pada Januari hingga Februari 2026, dengan rencana aksi di Office Building (OB)-I Kuala Kencana dan LIP–Food Warehouse.
“Kami ingin PT Freeport Indonesia menjawab secara serius rasa ketidakadilan yang dialami pengusaha lokal Amungme dan Kamoro. Jangan sampai dagingnya dinikmati sebagai profit oleh segelintir oknum, sementara tulang dan ampasnya baru diberikan kepada kami melalui SLD dan Community Relations,” pungkasnya. **

































