Timika,papuaglobalnews.com – Masalah gangguang keamanan dan ketertiban masyarakat terutama perang  yang terjadi di wilayah Distrik Kwamki Narama, Kepolisian Resor Mimika didorong berani mengambil tindakan penegakan hukum positif terhadap pelaku. Langkah penegakan hukum positif ini dinilai tepat sebagai bentuk memberikan efek jera mengingat sejauh ini meskipun sudah dilaksanakan perdamaian secara adat patah panah tetapi belum memberikan kesadaran untuk menghentikan kebiasaan perang tersebut.

Usulan penegakan hukum positif ini disampaikan Ketua Lemasa Sem B. Wandagau dalam Focus Group Discussion (FGD) Kewaspadaan Dini Masyarakat yang digagas Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Mimika disalah satu hotel di Timika, Selasa 4 November 2025.

Sem juga mengkritisi pemerintah yang sering memberikan bantuan uang dan makanan dalam penyelesaian setiap konflik (perang-red) yang sesungguhnya bukan solusi melainkan menjadi biang pemicu persoalan semakin panjang. Karena dengan bantuan ini pihak-pihak yang bertikai merasa diperhatikan ekonominya oleh pemerintah sehingga mendorong untuk terus berkonflik.

”SADAR

Sem juga mengkiritisi Pemerintah Kabupaten Mimika yang sejauh ini belum merangkum semua lembaga adat khususnya Amungme dan Kamoro, akibatnya ketika terjadi konflik kepala suku lebih memilih diam membiarkan pemerintah dan aparat keamanan bekerja sendiri.

Ia berharap pemerintah harus memberikan perhatian kepada lembaga adat supaya ketika terjadi ancaman, gangguang dan hambatan dapat secara bersama-sama melakukan deteksi dini sebelum masalah meluas.

“Pemerintah harus bangun kerjasama dengan tokoh agama, tokoh  masyarakat, lembaga adat. Tujuan menekan potensi terjadinya konflik lebih mudah,” harapnya.

Selain itu, Sem juga mengingatkan kepada TNI-Polri pada saat berada di lokasi kejadian jangan menjadi penonton seolah-olah membiarkan kasus terus terjadi, melainkan harus mengambil tindakan tegas dengan menangkap semua kepala perang atau pelaku agar memutuskan rantai pertikaian. Pelaku yang ditangkap ditahan dan diproses hukum sebagai jalan untuk tidak menimbulkan perang pertama, kedua dan ketiga akibat saling balas dendam karena ketidakpuasan.

Selain persoalan perang, Sem juga menyinggung masalah tapal batas antara Kabupaten Mimika dan Deiyai yang kini menjadi polemik.

Ia menyarankan sehubungan dengan tapal batas ini dalam pembahasan pemerintah perlu melibatkan dua lembaga adat, Lemasko dan Lemasa.

Ia beralasan batas-batas wilayah adat itu sudah atau digarikan sangat jelas diatur oleh Tuhan dan manusia jangan lagi merubah alasan aturan.

Pemerintah harus membuka mata dan hati untuk segera menyelesaikan persoalan tapal batas tersebut.

Kepada pemerintah, Sem meminta untuk menghargai masyarakat adat yang mendiami daerah ini, jika ingin supaya daerah aman dan damai tanpa konflik.

Permintaan penegakan hukum positif juga disuarakan oleh Paul Weti, anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Mimika.

Menurutnya, upaya damai yang ditempuh selama ini memang jalan baik namun tanpa kesadaran lahir dari dalam hati justru tidak memberikan manfaat apa-apa, karena masih tersimpan dendam yang sewaktu-waktu kembali pecah.

Dengan situasi yang masih terjadinya perang, konflik  Paul menilai Mimika Rumah Kita masih sebatas impian belum suatu kenyataan. Ini menjadi perjuangan panjang yang terus dilakukan oleh semua pihak.

Paul juga meminta supaya pemerintah dan aparat penegak hukum mustinya lebih berani mengambil tindakan menutup terhadap tempat-tempat penjualan minuman beralkohol yang juga menjadi salah satu pemicu, tetapi sejuh ini masih dibiarkan.

Usulan penerapan penegakan hukum positif juga mendapat dukungan kuat dari Luky Mahakena, Ketua FKDM Mimika.