Berikut poin penting dalam pernyataan sikap IKF Mimika selengkapnya:

  1. Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

Putusan PTDH ini terkesan sangat terburu-buru dan diputus atas tekanan publik terhadap Polri akhir-akhir ini. Putusan yang terburu-buru tersebut mengakibatkan Kompol Kosmas tidak dapat melakukan pembelaan diri yang sepatutnya. Dalam hal ini hak untuk mendapatkan proses peradilan yang berkeadilan tidak didapatkan oleh Kompol Kosmas.

  1. Dugaan Pengabaian atas Fakta di Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Fakta pertama, Kompol Kosmas, pada saat kejadian, sedang menjalankan Tugas Negara.

”SADAR

Fakta kedua, ada kumpulan massa dalam jumlah besar yang sedang melakukan unjuk rasa di jalan yang dilalui oleh kendaraan yang memuat Kompol Kosmas dan tim.

Fakta ketiga, Kompol Kosmas bukanlah orang yang mengemudikan kendaraan yang menabrak korban.

Fakta keempat, Kompol Kosmas dijatuhi sanksi paling tinggi dibandingkan anggota tim lainnya.

Berdasarkan fakta-fakta di atas dan membandingkannya dengan putusan yang dijatuhkan, tampak jelas ada diskriminasi terhadap Kompol Kosmas.

  1. Pengabaian terhadap prestasi dan kesetiaan dalam pengabdian kepada Negara

Kompol Kosmas telah menorehkan banyak prestasi serta mengabdikan jiwa raganya demi institusi Polri dan Negara. Tidak adil apabila seluruh pengabdian dan jasanya dihapus hanya karena dugaan yang tidak sesuai fakta.

  1. Pengabaian Aspek Kemanusiaan

Sebagai kepala keluarga, Kompol Kosmas memiliki tanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya. Putusan terburu-buru yang dilakukan atas tekanan publik oleh Komisi Kode Etik Kepolisian telah menghancurkan masa depan keluarganya.

  1. Pernyataan Sikap

Mempertimbangkan hal-hal di atas, kami Keluarga Besar Flobamora Mimika Papua Tengah, menyatakan dengan tegas:

  1. Menolak keras Putusan PTDH oleh Komisi Kode Etik Kepolisian terhadap Kompol Kosmas Kaju Gae yang dalam proses pemeriksaannya tidak taat asas, terburu-buru, mengabaikan fakta-fakta hukum, dan hanya didasarkan pada tekanan publik semata.
  2. Mendesak Pimpinan Polri untuk segera meninjau kembali keputusan tersebut secara objektif, transparan, dan adil.
  3. Menuntut agar setiap penjatuhan sanki wajib dilakukan dengan menghormati hak asasi manusia serta taat pada prinsip due process of law.
  4. Mengingatkan bahwa Polri tidak boleh mengorbankan anggotanya demi memenuhi tekanan politik atau opini publik sesaat.
  5. Mengajak seluruh masyarakat, khususnya warga NTT di seluruh Indonesia, untuk mengawal persoalan ini sampai keadilan benar-benar ditegakkan.

Kami percaya Polri sebagai institusi penegak hukum harus berdiri di atas prinsip keadilan, objektivitas, dan kemanusiaan. Oleh karena itu, kami menyatakan dengan tegas agar Putusan PTDH yang keliru ini segera diperbaiki demi menjaga marwah institusi Polri serta hak seorang anggota yang telah lama berbakti.  **