Fondasi Regulasi Tambang Nikel Raja Ampat
Oleh : Laurens Minipko (Isi tulisan tanggung jawab penulis)
Pengantar
Memahami tambang nikel di Raja Ampat dari sisi regulasi berarti menelaah bagaimana perizinan, hukum lingkungan, tata ruang, dan kebijakan pertambangan nasional mengatur aktivitas eksploitasi sumber daya alam di kawasan yang dikenal sangat sensitif secara ekologis dan budaya.
Raja Ampat: Cagar Alam dan Kawasan KKPN
Raja Ampat terletak di Provinsi Papua Barat Daya dan dikenal sebagai kawasan konservasi laut kelas dunia. Secara hukum memiliki;
- Ketentuan tentang Cagar Alam diatur dalam UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada pasal 1 ayat (13) didefinisikan bahwa Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaannya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Ketentuan relevan yang dapat mengkategorikan Kawasan Cagar Alam Raja Ampat terdapat pada pasal 16 ayat (1) dan pasal 19. Pasal-pasal dalam UU ini tidak menyebut langsung Raja Ampat namun berdasarkan UU tersebut status kawasan khusus Raja Ampat dijelaskan dalam produk hukum turunan yang menjelasakan tentang Raja Ampat sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional.
- Sebagian besar wilayah Raja Ampat merupakan kawasan konservasi, termasuk Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN). Wilayah darat (pulau-pulau) dan laut Raja Ampat dikategorikan dalam kawasan KKPN. Ketentuan tentang KKPN diatur dalam UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil. Menurut UU tersebut KKPN dimaknai sebagai bagian dari kawasan konservasi yang berada di laut atau pesisir, ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk melindungi keanekaragaman hayati laut, ekosistem, dan jasa lingkungannya. Ketentuan turunan tentang status KKPN dapat pula dilihat dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP No. 31 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan.
- Namun secara khusus KPPN Raja Ampat diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perairan No. 5/MEN/2008 dan revisinya yaitu Kepmen KP No. 36/KEPMEN-KP/2014; Kepmen KP No.63/KEPMEN-KP/2014; Kepmen KP No.13/KEPMEN-KP/2021. Informasi lebih spesifik dapat kunjungi link kkprajaampat.com ). Berdasarkan Kepmen tersebut KKPN Raja Ampat meliputi area seluas lebih dari 1 juta hektare (1.348.459,47) perairan Raja Ampat (termasuk di dalamnya wilayah Ayau-Asia, Teluk Mayalibit, Selat Dampier, wilayah di sekitar Waigeo, Misol, Batanta, dan Salawati). Dalam Kepmen tersebut pula ditetapkan KKPN Raja Ampat merupakan kwasan konservasi laut terbesar dan paling kaya biodiversitas di Indonesia.
- Berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Raja Ampat, sebagian besar wilayah daratan tidak diperuntukkan untuk kegiatan tambang. Ketentuan tentang RTRW Raja Ampat ditetapkan dalam beberapa Peraaturan Daerah (Perda), di antaranya Perda No. 3 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Raja Ampat 2011-2023; Peraturan Bupati Raja Ampat No. 22 Tahun 2022.
Menambang di atas fondasi regulasi
Memahami aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat sejak operasi hingga hari ini harus dilihat dan dipahami dalam bingkai regulasi. Terdapat berbagai regulasi yang mengatur kebijakan baik secara nasional (umum) dan khusus (lokus).
- Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Ketentuan yang paling khas dari UU tersebut ialah mengalihkan kewenangan perizinan pertambangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat (sentralisasi perizinan), dan mengatur jenis perizinan seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUP Khusus (IUPK), dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Kita ambil contoh pasal-pasal yang relevan, misalnya:
- Pasal 4: “Mineral dan batubara dikuasai oleh negara dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat”. Tafsir terhadap pasal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut bahwa pemerintah pusat memiliki kuasa penuh, sehingga penolakan dari pemerintah daerah atau masyarakat adat bisa diabaikan.
- Pasal 35A: “Pemerintah Pusat berwewenang memberikan perizinan berusaha di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara”. Tafsir atas pasal tersebut dapat dirumuskan bahwa Pemda Raja Ampat tidak memiliki kewenangan mengeluarkan atau menolak IUP (Izin Usaha Penambangan) meskipuan wilayahnya adalah kawasan konservasi atau adat. Di samping itu dapat diartikan pula bahwa perizinan bisa saja diberikan untuk wilayah sensitif pada pulau-pulau terdampak penambangan.
- Pasal 35C – 35D. Di dalam kedua pasal ini diatur tentang persyaratan wilayah tambang. Intinya: Izin hanya dapat diberikan jika wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) atau WIUPK (Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus).
Ada pula PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara; PP No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. PP ini menetapkan tata cara penetapan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Peraturan Pemerintah yang relevan dengan perizinan penambangan mineral dan batubara juga ditetapkan dalam PP No. 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral; dan Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Di samping itu, regulasi daerah yang secara khusus ‘memayungi’ aktivitas penambangan Nikel Raja Ampat adalah Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2011-2030.
Berdiri di atas fondasi regulasi-regulasi tersebut, sejumlah Perusahaan Penambang Nikel Raja Ampat mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel, di antaranya:
- PT Gag Nikel (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI No.02.15.05 Tahun 2014 dan SK. 1244/MENLHK/SETJEN/PLA.4/12/2022 (satukanindonesia.com; sorongraya.inews.id)
- PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP) (sorongraya.inews.id)
- PT Kawei Sejahtera Mining (satukanindonesia.com)
- PT Anugerah Surya Pratama (satukanindonesia.com)
Penutup
Sejak awal operasi penambangan nikel Raja Ampat hingga kini telah banyak menuai tantangan dan protes dari masyarakat lokal dan umum karena banyak kawasan konservasi yang dilindungi secara hukum. Masyarakat adat kuatir terhadap dampak lingkungan dan sosial. Ekspansi penambangan nikel ini bergesekan dengan komitmen pemerintah daerah untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk mempertimbangkan aspek hukum, ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya sebelum melanjutkan aktivitas pertambangan nikel Raja Ampat.