Empat ‘Iblis’ Pencabut Nyawa Prada Lucky Terkurung di Balik Jeruji Sel Militer
Beberapa jam kemudian, tubuh Lucky terkulai lemah. Nafasnya terputus-putus. Saat ambulans datang, tatapan mata Lucky begitu kosong seakan berkata, “Kenapa, Kak?”. Pertanyaan yang akan terus menghantui mereka seumur hidup.
Hari-hari setelahnya, bukan lagi senjata yang mereka genggam, melainkan borgol. Di ruang tahanan militer, malam menjadi panjang, sunyi, dan penuh penyesalan. Mimpi buruk tentang wajah Lucky terus menghantui mereka. Tangan yang dulu memukul, kini hanya bisa menutup wajah, menangisi perbuatan sendiri penuh malu.
Mereka mulai menyadari: tidak ada pangkat, tidak ada alasan, tidak ada dendam yang pantas dibayar dengan nyawa seorang saudara. Namun penyesalan datang terlambat. Prada Lucky sudah pergi, dan empat orang ini harus menghabiskan sisa hidup mereka dengan beban terberat: menjadi penyebab runtuhnya mimpi seorang prajurit muda, dan menghancurkan kepercayaan keluarga, bangsa, dan Tuhan. Kini, mereka terkurung dan diam di balik jeruji sel militer, menanggung akibat dari perbuatan keji mereka.
Tragedi ini adalah tamparan keras bagi lingkungan militer, menyoroti dampak mengerikan dari kekerasan dan tradisi yang salah dalam proses pendidikan. Kisah ini adalah pengingat yang kuat akan pentingnya empati, pengendalian diri, dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan tanpa berpikir panjang. Semoga tragedi ini menjadi pelajaran berharga agar tidak ada lagi Prada Lucky lainnya yang menjadi korban, akibat ganasnya manusia yang berubah wajah menjadi serigala bagi sesamanya. **

























