Timika,papuaglobalnews.com – Bertepatan Hari Raya Pesta Santo Lukas Penginjil, Uskup Timika Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA mentahbiskan  Diakon Yohanes Kayame, Pr dan Diakon Modestus Mametapare, Pr menjadi imam di Paroki pada Sabtu 18 Oktober 2025.

Ritus pentahbisan dimulai pukul 09.00 WIT diawali dengan perarakan dari halaman Gereja Katholik Paroki St. Petrus SP3. Kedua diakon didampingi kedua orangtua bersama para imam dan Uskup Bernardus berjalan memasuki gereja diiringi tarian khas Papua.

Pentahbisan ini selain menjadi tonggak sejarah bagi kedua imam baru, juga pertama kali bagi Mgr. Bernardus setelah 154 hari pasca ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Timika pada 14 Mei 2025 lalu memberikan tahbisan bagi imam baru, dalam karya pelayanan sebagai gembala.

”SADAR

Misa pentahbisan ini dihadiri Bupati Mimika Johannes Rettob dan Wakil Bupati Mimika Emanuel Kemong yang didampingi masing-masing sang istri, para undangan, keluarga dan umat Katolik.

Sesuai hasil rapat dewan kuria bersama Uskup Timika,  RD. Modestus Mametapare mendapat tugas di Paroki Salib Suci Madi Paniai dan RD. Yohanes Kayame di Paroki Bunda Maria Serui. Keduanya bertugas hingga 31 Oktober 2028 mendatang.

Mgr. Bernardus dalam kotbahnya mengemukakan jabatan imamat ini bukan sama dengan jabatan duniawi lainnya. Tetapi ini merupakan jabatan khusus yang Tuhan percayakan menjadi sakramen bagi Kristus yang kelihatan di dunia ini dan panggilan ini diberikan secara cuma-cuma. Panggilan anugerah semata-mata dari Tuhan sendiri demi kerjaan-Nya dan demi proyek keselamatan-Nya.

Uskup menjelaskan, persoalan dialami oleh Rasul Paul ketika menyebarkan kabar Injil di luar Bangsa Israel, ia mengalami pengalaman kesendirian. Karena itu, dalam suratnya kepada Timotius, ia mengajak teman-teman seperjuangan agar bersama-sama, bergandengan tangan saling mendukung.

Rasul Paulus mengharapkan sikap solider, kesetiakawanan, sikap korps dan kerekanan dalam tugas penginjilan. Paulus membutuhkan sikap kerekanan ini agar para pewarta Injil saling mendukung, saling mendoakan, saling meneguhkan satu sama lain dalam menjalankan tugas yang berat dipercayakan Tuhan.

Rasul Paulus merasa kecewa dan kesendirian tanpa dukungan dari teman-tempan seperjuangannya. Sehingga dalam suratnya kepada Titus dan Lukas sebagai sahabtnya mengajak untuk saling memberikan dukungan dan doa.

Lewat pengalaman Rasul Paulus ini lanjut Uskup, hendaknya menegaskan kepada umat beriman khususnya para imam, dalam menjalankan panggilan kedepankan  kesetiakawanan sebagai satu kawanan, sahabat saling mendukung, saling mendoakan, saling membantu dalam tugas perutusan Tuhan ini.

Uskup Bernardus menegaskan dalam menjalankan tugas imamat ini tidaklah mudah. Jangan acuh tak acuh terhadap satu sama lain, tetapi saling mengajak, mengoreksi, meneguhkan dan menegur bila itu salah. Jika jauh dari satu kawanan atau kerekanan maka suatu waktu akan mengalami kesendirian. Saat merasa ditinggalkan maka di sanalah terjadi banyak terjadi krisis hidup sebagai imam.

Mengapat terjadinya krisis? “Karena kita diutus ke dunia ini seperti anak domba di tengah-tengah serigala,” ujar Uskup.

Uskup Bernardus menyebutkan sebagai manusia ada dua serigala dalam diri yakni serigala internal dan serigala eksternal.

Serigala internal merupakan kerapuhan sebagai seorang manusia. Ada keinginan-keinginan, ambisi, kesombongan, keangkuhan, ada nafsu-nafsu yang tidak teratur, yang seringkali menggerogoti dari dalam diri membuat diri menjadi lumpuh secara spiritual juga secara psikologis dan biologis.

Selain itu lanjut Uskup, ada serigala di luar diri manusia. Banyak serigala ideologi di dunia ini yang menawarkan dan menggiurkan, serigala hedonisme, serigala materialisme, serigala konsumerisme, serigala individualisme. Ini semua merupakan serigala-serigala duniawi.

“Yang paling berat dalam gereja yakni serigala kleriklarisme. Seringkali mengedepankan sikap kleriklarisme membuat kita tidak lagi bersahabat dengan awam untuk menjalankan tugas perutusan ini,” ujar Uskup.

Uskup juga menegaskan sekarang ada serigala lain yang sangat melumpuhkan para imam muda. Hampir di seluruh Papua yang menggerototi para imam adalah serigala alkohol.

Serigala minuman ini menjadi momok paling menakutkan bagi para imam dalam perjalanan panggila.

Ia menegaskan munculnya serigala alkohol karena adanya serigala internal dan eksternal. Munculnya ini kemungkinan karena krisis, luka-luka batin, faktor tekanan batin karena pekerjaan dan stres. Dengan alkohol akan melumpuhkan semuanya. Sehingga impian, harapan dari imam sendiri dan umat, terutama Kristus tidak terwujud atau tercapai.

Pada kesempatan itu, Uskup juga memberikan pesan kepada kedua imam baru:

Pertama, Memperkuat hidup panggilan dengan doa-doa pribadi dan doa bersama di suatu paroki. Jangan lalai dalam berdoa dan menyiapkan waktu khusus walaupun hanya 10 menit untuk berdialog dengan Tuhan, karena Dialah yang memanggil dan mencari kita dari sudut gugung, lembah dan rawa-rawa di tanah Papua menjadi imam-Nya.

Kedua, Menjadwalkan waktu untuk ret-tret atau rekoleksi pribadi sekurang-kurangnya dua tahun sekali selain ret-tret tahunan bersama.

Ketiga, Menjadwalkan waktu untuk membaca ulang sejumlah buku atau diktat yang sudah belajar di STFJ Fajar Timur maupun di tempat studi lanjutan S2.

Ketiga, Menyediakan waktu untuk rekonsiliasi atau pengakuan pribadi agar secara spiritual, psikologis dan biologis tetap terjaga dan selalu siap menjalankan tugas perutusan Tuhan.

Keempat, jika menghadapi krisis hidup panggilan harus menghindari diri dari minuman beralkohol, meminta masukan atau nasehat para sahabat, senior dan uskup agar menemukan solusi.

Kelima, Kendalikan diri dan sediakan waktu untuk terus menerus menjaga ritme kondisi fisik dengan istirahat yang cukup dan jangan tidur larut malam. Ini menjadi bagian penting dalam disiplin diri, waktu dan disiplin makan. Jangan mengikuti ritme hidup orang banyak yang tidak pernah dididik disiplin.

Keenam, Menjadwalkan waktu untuk mengontrol kesehatan jangan menunggu penyakit sudah berat baru berobat. Jika sudah sakit berat berdampak  meninggalkan paroki bertahun-tahun dan akan mengganggu ritme pelayanan di paroki. Sehingga perlu diganti dengan imam baru agar pelayanan iman umat di paroki tetap berjalan normal.  **