Surat Terbuka: Kesbangpol Provinsi Papua Tengah Stop Menaklukan Masyarakat Adat Papua Tengah
Timika,papuaglobalnews.com – Selpius Bobii, Koordinator JDRP2, Aktivis HAM, Ex Tapol Papua, Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat mengeluarkan surat terbuka untuk Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Papua Tengah stop menaklukan masyarakat adat Papua Tengah, Kamis 27 November 2025.
Surat terbuka yang diterima redaksi papuaglobalnews.com ini sehubungan dengan rencana MUBES suku-suku asli di Papua Tengah.
Berikut isi lengkap surat terbuka:
Kepada
Yth. Masyarakat Adat di Papua Tengah dan Kesbangpol Provinsi Papua Tengah
Di Tempat
Dengan hormat,
Sehubungan dengan rencana MUBES suku-suku asli di Papua Tengah yang didorong oleh Kesbangpol provinsi Papua Tengah, kami menyampaikan pandangan dan sikap kami melalui surat terbuka ini.
Masyarakat Adat yang disebut “masyarakat Pribumi adalah suku-suku asli yang mendiami suatu wilayah”. Masyarakat Adat di tempatkan oleh Tuhan Allah pada masing-masing pulau dan benua.
Masyarakat Adat (masyarakat pribumi) dari sejak dulu kala hidup di wilayah tertentu dengan batas-batas yang amat jelas. Masyarakat Adat itu di dalamnya ada marga-marga. Dari beberapa marga terbentuk sub suku. Dan dari sub suku terbentuk suku. Dan dari suku-suku terbentuklah suatu bangsa.
Istilah “bangsa” (nation) baru muncul dalam berbagai bentuk dan konteks sejak abad pertengahan, namun konsep modernnya berkembang bersamaan dengan sistem negara modern. Kata natio (Latin) yang berarti “kelahiran” atau “kelompok keturunan” sudah digunakan sejak zaman kuno. Di abad pertengahan, universitas-universitas menggunakan istilah nationes untuk mengelompokkan pelajar berdasarkan asal-usul atau bahasa yang sama. Konsep “negara-bangsa” (nation-state) modern mulai muncul pasca-Perjanjian Westphalia pada tahun 1648, ( sumber; wikipedia.org) .
Negara bangsa dilahirkan oleh Masyarakat Pribumi (Masyarakat Adat). Demikian pula, kebanyakan Agama modern bermula dari kepercayaan (religi) masyarakat Adat.
Tanpa adanya masyarakat Adat, tak mungkin negara itu lahir atau dibentuk. Tanpa adanya tanah air, tak mungkin negara bangsa itu lahir. Dua syarat utama pendirian negara bangsa menurut konvensi Montevideo 1933 adalah adanya tanah air (batasan wilayah yang jelas), dan adanya masyarakat Adat yang hidupnya menetap di suatu wilayah. Dan dua syarat lainya yang ditetapkan dalam konvensi ini adalah adanya pemerintahan dan kemampuan berdiplomasi dengan negara negara lain.
Pemilik sah Tanah Air dan segala isinya adalah Masyarakat Adat. Hak milik itu diberikan oleh Tuhan Allah dari sejak dulu kala.
Negara dilahirkan oleh Masyarakat Adat untuk: pertama, melindungi Tanah Air dan segala yang ada di wilayah tertentu dan kedua, untuk melayani Masyarakat Adat.
Jadi negara itu tak punya tanah air. Yang punya tanah air itu Masyarakat Adat. Masyarakat Adat itu tuan atas tanah air, masyarakat adat itu tuan atas Negara bangsa.
Maka itu sesungguhnya, Negara itu harus tunduk kepada Masyarakat Adat. Negara itu rumah besar yang didirikan oleh Masyarakat Adat. Masyarakat adat itu pemilik sah rumah yang disebut Negara itu, atau tuan atas rumah yang dibangunnya. Sementara pemerintah itu tugasnya adalah melayani tuan rumah yang adalah Masyarakat Adat.
Pemerintah hanyalah sebagai hamba untuk melayani “tuannya” yang adalah masyarakat Adat. Maka itu, Negara melalui pemerintah jangan melumpuhkan masyarakat Adat. Jangan mengklaim tanah air dan segala isinya adalah milik negara. Karena negara itu baru dilahirkan oleh Masyarakat Adat. Tanah air dan masyarakat adat itu sudah ada sebelum negara pemerintah itu dilahirkan oleh masyarakat Adat.
Terkait dengan Musyawarah Besar (MUBES) suku-suku asli yang ada di Papua Tengah yang sedang didorong oleh KESBANGPOL itu bertujuan untuk mengendalikan dan menaklukkan masyarakat Adat (suku-suku asli) yang berada di Papua Tengah.
Kesatuan Bangsa dan Politik adalah dinas terpenting di republik Indonesia untuk menjaga keutuhan kedaulatan NKRI. Maka itu, setiap organisasi kemasyarakatan apapun wajib didaftarkan di dinas ini untuk dikendalikan dan diarahkan oleh KESBANGPOL untuk menjaga keutuhan atau kesatuan NKRI.
KESBANGPOL Provinsi Papua Tengah menggagas dan hendak memfasilitasi suku-suku yang tersebar di Papua Tengah untuk dikendalikan, diarahkan, dicuci otak, dan untuk ditaklukkan.
Jika KESBANGBOL menaklukkan suku-suku asli melalui pembentukan kepala suku dan LMA binaan NKRI, yang didukung dengan uang pembinaan dan program pembinaan kepada organisasi kemasyarakatan, maka apapun kebijakan dari Negara Indonesia tentu akan ditaati dan diterima oleh organisasi yang terikat dengan sistem NKRI.
Camkanlah bahwa suku-suku asli di Tanah Papua belum pernah berjuang bersama suku lain di Nusantara Indonesia untuk mendirikan apa yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS) yang kemudian disebut NKRI. Suku-suku asli di Tanah Papua tidak secara bebas menyatakan bergabung dalam bingkai NKRI pada tahun 1960-an. PEPERA 1969 yang digelar hanya diwakili oleh 1026 orang adalah cacat hukum, cacat moral dan cacat demokrasi.
Bangsa Papua dicaplok ke dalam NKRI berawal dari seruan Tiga Komando Rakyat (TRIKORA) oleh Soekarno pada 19 Desember 1961. TRIKORA itu dikumandangkan setelah 18 hari bangsa Papua merdeka berdaulat pada 1 Desember 1961.
Maka itu, segala bentuk pemaksaan kepada suku-suku asli Papua dari Negara Indonesia melalui kaki tangannya untuk tetap mempertahankan keutuhan NKRI adalah pelanggaran atas Deklarasi Umum PBB, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Kovenan Internasional tentang Masyarakat Pribumi, dan kovenan serta resolusi terkait lainnya yang dikeluarkan oleh PBB untuk penentuan nasib sendiri bagi suatu bangsa.
Bahkan, dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama menegaskan hak penentuan nasib sendiri yaitu kemerdekaan kedaulatan suatu bangsa. “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Itulah jaminan dan dasar berdirinya segala bangsa, termasuk jaminan kemerdekaan bangsa-bangsa yang ada dalam NKRI.
Bangsa Papua sudah menyatakan kebangsaan dan kemerdekaan kedaulatan melalui deklarasi Manifesto Politik pada 19 Oktober 1961, yang diumumkan dan dirayakan secara resmi dalam upacara pada 1 Desember 1961.
Maka itu, Negara Indonesia melalui KESBANGPOL Papua Tengah jangan ada upaya untuk menaklukan suku-suku asli di Papua Tengah untuk memperkuat keutuhan NKRI atau mencari jalan untuk meloloskan program Jakarta untuk merampas Sumber Daya Alam, dan program lainnya.
Dihimbau kepada suku-suku asli yang ada di Papua Tengah pada khususnya dan suku-suku asli di Tanah Papua pada umumnya bahwa harus peka dan menolak segala permainan Jakarta melalui kaki tangannya untuk terus menjajah bangsa Papua yang dibungkus melalui pembangunan bias pendatang dan pembentukan kepala suku dan LMA oleh TNI dan POLRI serta Kesbangpol.
Dan menghimbau kepada suku-suku asli di Papua Tengah JANGAN DATANG IKUT dalam Mubes MEE, MUBES Migani, MUBES Wolani, Mubes Amungme atau Dauwa, Damal dan Lani yang difasilitasi oleh Kesbangpol atau dinas apapun; (baca di: https://tomei.id/kesbangpol-papua-tengah-fasilitasi-pembentukan-panitia-mubes-suku-lani-dan-suku-damal/. https://papuaposnabire.com/news/kesbangpol-fasilitasi-persiapan-musyawarah-besar-suku-mee-di-papua-tengah.
Dihimbau kepada Kesbanpol Provinsi Papua Tengah STOP dengan rayuan gombol yang bertujuan mengambil hati suku-suku asli Papua untuk setia pada NKRI, dan mengendalikan serta menaklukan suku-suku asli untuk meloloskan Program Jakarta yang jahat dan busuk.
Demikian surat terbuka ini kami buat, dan harap menjadi maklum. Shalom.
Perairan Saireri – Papua: Kamis, 27 November 2025
Teriring Salam dan Hormat
TTD.
SELPIUS BOBII
(Koordinator JDRP2, Aktivis HAM, Ex Tapol Papua, Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat).(Mohon sebar luaskan surat terbuka ini kepada sesama Papua). (Seluruh isi tulisan tanggung jawab penulis)

































