Kualitas air yang rendah berdampak pada kesehatan, menyebabkan kematian setiap saat. Maka tidak perlu heran kalau aneka penyakit yang berkenaan dengan air banyak kita temukan, termasuk yang disebabkan oleh mikro organisme dan zat kimia yang terkandung dalam air.

Disentri dan kolera yang terkait dengan persoalan higienis dan persediaan air yang tidak layak untuk dikonsumsi adalah faktor pemicu utama dan berdampak signifikan pada kematian bayi.

Krisis air semakin menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan di mana kuantitas dan kualitasnya semakin berkurang ditambah adanya kecenderungan di beberapa tempat adanya privatisasi sumber daya air ini dengan mengubahnya menjadi bahan dagangan yang tunduk pada hukum pasar (LS, 29).

”MTQ

Air sebagai hak kehidupan semua makhluk dan sumber hidup manusia dan ciptaan Allah sebagai rahmat dari Allah menjadi berkurang bahkan mengarah ke hilang. Kita menyadari bahwa akses ke air minum yang aman dan bersih merupakan hak asasi manusia yang mendasar dan universal. Hak ini sangat menentukan untuk kelangsungan hidup manusia dan dengan demikian menjadi prasyarat pelaksanaan hak asasi manusia lainnya (bdk. LS, 30).

Semangat pertobatan ekologis berkenaan dengan air sangat perlu dan mendesak untuk kita upayakan dengan hal-hal yang lebih nyata.

Sebagai Gereja kita mempunyai utang sosial berkenaan dengan air kepada generasi mendatang, yaitu anak cucu berikutnya. Coba kita perhatikan dalam kehidupan kita, termasuk dalam berparoki betapa kerap kali kita memboroskan air dengan membuka kran air tanpa menutupnya kembali. Dan jika kita menggunakan air kemasan yang harganya mahal namun kita hanya meminumnya sedikit lalu dibuang. Bukankah ini adalah tindakan yang tidak menghargai air dan pemakaian minuman dalam kemasan pabrik yang semakin berlimpah juga akan menimbulkan polusi di lingkungan kita?