Oleh : Anindya Maulida Rifa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Agribisnis

TANAMAN kakao sudah lama menjadi andalan banyak petani di Indonesia. Selain karena nilai ekonominya yang cukup tinggi, kakao juga punya pasar ekspor yang terus berkembang. Tapi dalam perjalanannya, tidak sedikit petani yang mengeluh soal hasil panen yang menurun, serangan hama, atau tanaman yang cepat rusak.

Salah satu hama utama yang menjadi masalah serius bagi petani adalah penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) serta kepik pengisap buah (Helopeltis spp.).

Serangan hama ini dapat menurunkan hasil panen secara drastis. Penelitian menunjukkan bahwa penggerek buah kakao bisa menyebabkan kehilangan hasil hingga 82%, sedangkan Helopeltis spp bisa menurunkan produksi antara 42% hingga lebih dari 70% tergantung intensitas serangannya. Ini terbukti dari Jurnal JUPITER-STA, 2023; Jurnal AGRIUM, 2022. Kondisi ini diperparah lagi oleh beberapa faktor-faktor lain, seperti rendahnya penyerapan unsur hara oleh tanaman yang membuatnya lebih rentan, serta penggunaan insektisida secara berlebihan yang justru membuat hama menjadi lebih kebal dan merusak lingkungan. Kurangnya pemahaman petani mengenai pengendalian hama menjadi tantangan tersendiri terlebih lagi bagi pemula yang ingin menenam kakao.

Hal ini menjukan bahwa pentingnya upaya yang perlu diperhatikan seperti penerapan sistem pengendalian terpadu melalui pemangkasan rutin dan penyemprotan insektisida terjadwal. Di beberapa wilayah seperti Mamuju, langkah-langkah ini mampu menurunkan tingkat kerusakan buah kakao dan meningkatkan hasil panen secara signifikan.

Di sisi lain, para peneliti dan pelaku pertanian mulai mencari solusi yang lebih tahan lama dan efisien. Salah satu terobosan yang kini mulai dikenal luas adalah penggunaan varietas batang bawah kakao unggul, khususnya jenis RHS (Red Hybrid Selection). Varietas ini dikembangkan untuk menjawab kebutuhan petani akan tanaman kakao yang lebih kuat, tahan penyakit, dan mampu menopang hasil yang lebih baik. Dari penulisan ini akan diungkapkan secara detail menganai keunggulan yang dimiliki Varietas batang bawah kakao terkhusus jenis RHS (Red Hybrid Selection). “RHS” memiliki sistem perakaran yang kuat.

Selain itu, responsnya terhadap penyakit juga jauh lebih baik dibandingkan varietas lokal biasa,” ungkap Suwandi, seorang peneliti pertanian dari Sulawesi Tengah yang telah meneliti RHS selama beberapa musim tanam terakhir.

Hal ini membuktikan bahwa Varietas jenis RHS (Red Hybrid Selection) menujukan ketahan yang cukup kuat. Tidak hanya soal ketahanan, varietas RHS juga menjanjikan produktivitas yang lebih stabil. Meskipun fungsinya sebagai batang bawah, varietas ini terbukti mampu menopang pertumbuhan batang atas dengan baik, termasuk ketika dikombinasikan dengan klon-klon unggul seperti MCC 02 atau Sulawesi 1. Kombinasi ini menghasilkan tanaman yang bukan hanya sehat, tetapi juga memiliki hasil panen yang tinggi dan kualitas biji yang bagus.

Dari sisi pertumbuhan, tanaman kakao dengan batang bawah RHS (Red Hybrid Selection) cenderung lebih cepat beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Petani di wilayah tropis basah seperti Kalimantan dan Sulawesi melaporkan bahwa tanaman RHS (Red Hybrid Selection) menunjukkan pertumbuhan awal yang agresif, akar yang cepat menyebar, serta batang yang kokoh dan tahan angin.

Hal menarik lainnya adalah efektivitas RHS dalam sistem sambung pucuk atau grafting. Menurut pengalaman beberapa petani binaan Balai Penelitian Tanaman Industri, tingkat keberhasilan sambung pucuk pada RHS mencapai lebih dari 90 %, jauh lebih tinggi dibandingkan varietas lain. Ini tentu menjadi nilai tambah tersendiri, terutama dalam skema peremajaan kebun atau rehabilitasi tanaman tua. Meski tergolong varietas baru, RHS mulai banyak dicari. Petani di daerah sentra kakao seperti Luwu, Kolaka, hingga Polewali Mandar mulai menggunakan RHS (Red Hybrid Selection) sebagai batang bawah dalam program intensifikasi mereka, serta harga bibitnya pun cukup bersaing, dengan kisaran Rp5.000-Rp7.000 per batang, tergantung ukuran dan lokasi.

Meski punya banyak keunggulan, varietas RHS (Red Hybrid Selection) tetap menyisakan tantangan tersendiri bagi petani, terutama di masa awal penanaman. Beberapa petani mengaku harus memberikan perhatian ekstra dalam hal penyiraman dan pemupukan. RHS memang dikenal butuh perlakuan lebih intens di awal tanam agar bisa tumbuh dengan baik.

Air harus cukup, pupuk pun tidak bisa asal-asalan. Ini tentu menambah beban kerja di awal, apalagi jika cuaca tidak menentu. Tetapi dibalik kerja ekstra itu, hasilnya mulai terlihat setelah memasuki tahun kedua. Tanaman lebih kuat, jarang terserang penyakit, dan produksinya mulai stabil.

Banyak petani yang akhirnya merasa usaha mereka di tahun pertama tidak sia-sia. Bahkan ada yang bilang, setelah lewat tahun pertama, RHS (Red Hybrid Selection) seperti “jalan sendiri” karena tidak perlu lagi dipantau terlalu ketat.

Seiring waktu, RHS (Red Hybrid Selection) mulai menunjukkan potensinya sebagai salah satu pilihan utama untuk meningkatkan produktivitas kebun kakao. Di beberapa daerah sentra seperti Sulawesi dan Papua Barat, varietas ini sudah mulai dilirik sebagai solusi jangka panjang. Bukan cuma soal hasil panen, tapi juga karena ketahanannya yang lebih baik terhadap penyakit yang kerap bikin petani merugi.

Namun, tetap saja tanaman kakao varietas RHS (Red Hybrid Selection) ini patut dicoba karena meski difungsikan sebagai batang bawah, RHS (Red Hybrid Selection) terbukti mampu menopang batang atas dengan optimal. Kombinasi ini membuat pertumbuhan tanaman lebih seragam dan buah yang dihasilkan cenderung lebih banyak dan berkualitas. Tidak sedikit petani yang menyebut bahwa mereka bisa memanen lebih awal dari biasanya setelah menggunakan RHS (Red Hybrid Selection). Ke depan, varietas RHS diyakini akan memainkan peran penting dalam upaya mendorong peningkatan produktivitas kakao nasional.

Di tengah menurunnya performa tanaman tua dan ancaman penyakit yang semakin sulit dikendalikan, kehadiran RHS jadi angin segar bagi banyak petani. Varietas ini bukan hanya menawarkan ketahanan, tapi juga daya dukung yang kuat untuk batang atas berproduksi tinggi.

Pemerintah melalui Dinas Perkebunan di sejumlah daerah mulai melirik RHS (Red Hybrid Selection) sebagai bagian dari program peremajaan tanaman. Beberapa kebun percontohan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Petani yang menggunakan RHS melaporkan tanaman tumbuh lebih seragam, responsif terhadap perawatan, dan lebih tahan terhadap cekaman cuaca ekstrem. Dukungan dari lembaga penelitian juga terus mengalir. Varietas ini dinilai cocok dikembangkan di berbagai zona agroklimat di Indonesia. Sifat adaptifnya membuat varietas ini relatif mudah dikembangkan, bahkan di lahan-lahan marginal yang selama ini kurang produktif.

Para pelaku industri berharap varietas ini bisa menjadi solusi jangka panjang untuk memperkuat rantai pasok kakao dari tingkat petani. Jika dikembangkan secara masif dan disertai pelatihan teknis langsung di lapangan, RHS (Red Hybrid Selection) berpotensi besar menjadi tulang punggung baru bagi perkebunan kakao Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini, semakin banyak petani yang tidak lagi memandang RHS sebagai pilihan cadangan, melainkan sebagai investasi jangka panjang yang bisa memberi hasil stabil, tanaman yang lebih tahan, dan kebun yang lebih produktif.  (isi tulisan tanggung jawab penulis)