Timika,papuaglobalnews.com – Situasi masyarakat Papua Tengah di Kabupaten Intan Jaya dan Puncak lagi tidak baik-baiknya. Ada ribuan warga kedua kabupaten itu saat ini mengungsikan diri di tempat-tempat yang aman. Ini terjadi karena adanya kontrak tembak antara TNI dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) atau lebih dikenal Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Menyikapi situasi sosial kemanusiaan itu, Melianus Numang, Ketua Angkatan Muda Kemah Injil (AMKI) Papua Tengah dalam konferensi pers di Timika, Minggu 8 Juni 2025 menyampaikan, bersama AMKI di delapan kabupaten akan melakukan gerakan sosial memprotes kebijakan negara, karena telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Di Kabupaten Intan Jaya dari 18 korban setelah teridentifikasi yang murni OPM tiga orang, sedangkan 15 orang lainnya masyarakat biasa. Danpak dari konflik bersenjata ini masyarakat meninggalkan rumah mengungsi di ibukota kabupaten, termasuk ke Nabire dan di Timika.

”MTQ

Membuatnya miris di Puncak masyarakat setelah ditembak kemudian dibakar hidup-hidup di honai  termasuk rumah warga. Saat ini masyarakat Gome dan Gome Utara mengungsi ke Ilaga.

Melianus mengatakan masyarakat dua kabupaten itu saat ini bukan mengalami bencana alam tetapi bencana kemanusian yang perlu mendapat perhatian serius pemerintah dalam hal rasa aman dan ketenangan bukan membutuhkan bantuan sembako, uang dan pakaian.

“Mereka punya makanan dan pakaian. Mereka mau ke kebun merasa takut, karena rasa tidak aman,” katanya.

Menurutnya, sebagai anak muda Papua Tengah, khususnya AMKI harus mulai berpikir lebih  dengan melayangkan ‘surat cinta’ gerakan sosial memprotes kebijakan negara yang tidak memihak kepada kemanusiaan pribumi.

Surat cinta ini mempertanyakan mengapa pelanggaran HAM di Papua dan ketidakadilan terus terjadi di negeri ini. Mengapa menempatkan militer secara masif, sistimatis dan terstruktur masih berlangsung. Saat ini gereja, sekolah, balai kampung sudah dikuasai militer.

“Sangat prihatin masyarakat hidup dalam kondisi ketakutan. Kami harus protes terhadap negara yang melakukan pendekatan militeristik membuat masyarakat trauma,” tegasnya.

AMKI se Papua Tengah sementara berpikir membuat aksi mimbar bebas dalam gerakan sosial memprotes kebijakan negara dengan cara mengumpulkan surat. Isi surat itu ditulis dengan bahasa dan gaya mereka sendiri mengarah pada satu hal terkait pelanggaran HAM sejak 1963 hingga sekarang terus terjadi, meminta hentikan distribusi militer di Papua secara masih dan ketidakadilan serta tindakan marginalisasi terhadap pribumi. Surat ini diserahkan kepada Presiden melalui Menteri HAM di Jakarta, dengan tembusan kepada DPRPT dan MRP PT dan Gubernur Papua Tengah.

“Kita minta DPR Papua Tengah fasilitasi untuk audiens bersama Menteri HAM. Kalau kita sudah serahkan surat ke Menteri HAM kita anggap presiden juga sudah tahu,” katanya.

Dikatakan, sesuai catatan Komnasham terdapat 113 kasus pelanggaran HAM berat di Papua. Tetapi belum ada satupun diselesaikan. Dari seluruh wilayah Papua, tiga daerah di Papua Tengah paling menonjol kasus pelanggaran ada di Puncak, Intan Jaya dan Puncak Jaya.  **