Timika, papuaglobalnews.com –  Bangsa Indonesia merdeka genap berusia 80 tahun pada 17 Agustus 2025. Indonesia merdeka berarti bebas dari penjajah dan Ingin berdiri diatas kakinya sendiri. Para pahlawan rela berkorban jiwa dan raga mengusir penjajah tanpa mengenal lelah.  Sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa dan memaknai hari kemerdekaan itu, rakyat Indonesia memperingatinya dengan upacara mengibarkan bendera merah putih setiap tanggal 17 Agustus.

Lalu apa sesungguhnya yang perlu dilakukan oleh generasi bangsa dalam memaknai kemerdekaan itu sendiri?

Menurut Haji Abdul Mutalib Elewahan, Ketua Dewan Masjid Indonedia (DKM) Kabupaten Mimika mengemukakan di usia ke-80 ini tidak ada lagi orang berjuang atau berperang melawan penjajah untuk kemerdekaan. Tetapi yang ada hanyalah orang berjuang untuk mengisi kemerdekaan. Mengisi kemerdekaan bagi yang kaya silakan memanfaatkan kekayaannya untuk berbagi kepada saudara-saudara yang hidupnya masih dibawah garis kemiskinan. Berikan sedekah untuk anak-anak terlantar, panti asuhan, orang jompoh, orang sakit dan lain-lain.

”SADAR

Sementara bagi pemerintantah baik Pusat maupun daerah wajib memperhatikan dan menata pembangunan infrastruktur dasar yakni jalan, jembatan, rumah, air minum, listrik untuk kesejahteraan masyarakat.

Selain infrastruktur jalan juga pendidikan, kesehatan, ekonomi dan budaya. Ini bertujuan supaya masa depan generasi Indonesia semakin lebih baik dari sekarang.

“Negara harus hadir untuk rakyat dan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam (SDA) demi memenuhi kebutuhan rakyat bukan untuk kepentingan segelintir para elite,” harapnya.

Sedangkan bagi para tokoh agama di Indonesia, kata Abdul Mutalib mempunyai peran besar dalam membangun bangsa ini. Terutama di setiap mimbar menyerukan nilai-nilai kebaikan dan toleransi guna meredupkan tindakan intoleransi yang dapat merusak tatanan hidup bersama yang sudah dibangun sejak lama. Sebagai sesama anak bangsa harus hidup saling menghargai dan menghormati. Perbedaan itu menjadi perekat, pengikat antara satu dengan yang lain, bukan menjadi pemicu perpecahan atau gesekan.

Abdul Mutalib yang juga anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Mimika berharap sekali rukun tetap rukun hingga menutup mata.

“Tidak ada ruang bagi siapapun untuk menciptakan situasi dan kondisi yang aneh-aneh membuat gaduh dan bermusuhan. Kita di Mimika harus menjadi satu contoh hidup yang rukun bagi Papua secara khusus dan Indonesia secara luas,” jelasnya.

Abdul Mutalib mengungkapkan sebagai Ketua DKM Mimika mengajak seluruh umat muslim di Mimika agar selalu memberikan senyum, tawa dan saling menyapa kepada sama saudara umat Nasrani, Hindu, Budha dan Confucu.

“Sekali kita sudah merdeka tidak boleh lagi diganggu oleh siapapun. Karena Bapak Soekarno dan Bung Hatta sebagai Proklamator sudah mendeklarasikan Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945,” tegasnya.

Ia menegaskan Indonesia untuk Indonesia bukan untuk Jepang, Amerika, Portugis, Inggris dan lain sebagainya.

Ia menambahkan Bupati Mimika Johannes Rettob telah melaunching ‘Mimika Rumah Kita’. Sedangkan almarhum Klemen Tinal mantan Bupati Mimika menyampaikan Mimika ibaratnya rumah dengan lima kamar. Yakni Kamar Katolik, Protestan, Hindu, Budha  dan Muslim.

Rumah lima agama ini hanya dengan satu pintu bagian depan. Artinya di dalam rumah hidup rukun dan ketika keluar dari menyebarkan nilai-nilai kebaikan dengan membangun silaturahmi.