Timika,papuaglobalnews.com – Marianus Maknaepeku, Wakil Ketua I Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) mendesak Bupati Johannes Rettob untuk menggantikan atau nonaktifkan Kepala Distrik Kapiraya dengan menempatkan seorang pejabat baru. Karena bedasarkan laporan dari masyarakat di kampung, diduga bahwa kepala distrik tersebut bermain dua kaki, termasuk menjadi salah satu orang yang mensuport persoalan tapal batas antara Kabupaten Dogiai dengan Mimika yang terjadi saat ini.

“Jadi ini bukan menuduh tetapi sesuai laporan oleh dewan adat di kampung kepada Lemasko seperti itu. Kalau bisa Bupati segera menarik atau nonaktifkan Kepala Distrik Kapiraya ini dan menempatkan seorang Plt. Karena kepala distrik saat ini orang Dogiai meskipun istrinya orang Kamoro,” ujar Marianus kepada papuaglobalnews.com, Senin 24 November 2025.

Marianus mengungkapkan sebagai pimpinan di tingkat distrik sehari-hari bersama masyarakat seharusnya benar-benar orang yang mampu, berani dan bertanggungjawab melindungi hak-hak tanah ulayat masyarakat serta memihak kepada Pemerintah Kabupaten Mimika.

“Kita harap Bupati tempatkan seorang kepala distrik yang berani dan tegas seperti almarhum Setpinus Marandof. Ia berani lindung masyarakat demi menjaga dan mengangkat harkat dan martabat orang Kamoro,” ujarnya.

Selain itu, Marianus juga meluruskan  video viral di media sosial baru-baru ini bahwa ada orang Kei yang ikut terlibat dalam persoalan tanah di Kapiraya sangat tidak benar.

“Jadi, orang Kei yang ada di Kapiraya itu bukan orang Kei yang baru datang. Tapi itu para anak cucu orangtua dulu yang sudah tinggal lama di sana. Mereka ini lahir, besar dan talipusatnya tanam di Uta dan Kapiraya. Mereka ini sudah hidup, menetap bersama orang Kamoro semenjak tahun 1930 atau 1940 an lalu,” papar Marianus.

Dengan dasar ini, Marianus ingin menegaskan bahwa misinformasi tersebut yang menuduh orang Kei ikut terlibat sesungguhnya tidak benar.

“Jadi kami Lemasko bantah itu. Jangan membawa nama Kei di Kapiraya. Mereka ini sudah menjadi bagian orang Kamoro. Yang mereka berdiri dan hadir di sana karena cece, cucu ada tinggal di sana sejak puluhan tahun lalu. Jadi mereka berhak jaga dusun mereka,” papar Marianus.

Ia menegaskan hingga saat ini tidak ada orang Kei yang ada di Timika turun di Kapiraya. Bahkan orang Kei yang tinggal di Timika tidak mengenal mereka di sana.

“Jadi ada yang sampaikan bahwa orang Kei terlibat di sana itu tidak ada dan tidak benar. Itu murni anak cucu kita dari beberapa marga yang sudah lama tinggal di sana,” jelasnya.

Sementara terkait tapal batas antara Mimika dengan Dogiay di Kapiraya, Bupati John secara singkat menyampaikan persoalan tapal batas di Kapiraya dirinya bersama Bupati Dogiai sudah saling berkoordinasi.

“Saya no komen masalah Kapiraya. Tapi saya dan Bupati Dogiai sudah berkoordinasi,” ujar John kepada awak media setelah membuka Festival Budaya Lomba Dayung Perahu Torpa di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Pomako yang diselenggarakan Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Mimika pada Sabtu 22 November 2025.

Sementara sebelumnya, Ananias Faot, Plt. Asisten I Setda Mimika dalam kesempatan membuka kegiatan Konsultasi Publik Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Baru Mimika 2025 pada Senin 17 November 2025 lalu di salah satu hotel di Timika menyampaikan secara singkat bahwa masalah tapal batas antara Mimika dan Dogiai di Kapiraya, Bupati Mimika sudah mengirimkan surat secara resmi kepada Pemerintah Provinsi Papua Tengah untuk membantu memfasilitasi proses penanganan penyelesaian dengan mengundang pihak Mimika dan Dogiai.

Konsultasi Publik Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Baru Mimika 2025 diselenggarakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Mimika.

Hingga berita ini ditayangkan papuaglobalnews.com belum berhasil mengkonfirmasi Kepala Distrik Kapiraya. **