Oleh: RD. Stefanus Wolo Itu

KONGGREGASI SVD telah berusia 150 tahun. Satu setengah abad! Sebuah rentang sejarah yang panjang. Saya pribadi coba merenung. Dan ingin memaknai yubileum ini. Permenungan yang bertolak dari sudut pandang dan pengalaman pribadi.

Saya sempat bertanya: Apakah boleh seorang imam diosesan turut merayakan dan memaknai jubileum 150 tahun kelahiran SVD? Ataukah hanya internal keluarga besar SVD? Suara hati saya berbisik: Saya harus berbuat sesuatu! Saya sungguh merasakan jasa baik SVD. Karena itu saya melakukan aksi-aksi sederhana untuk memaknai 150 tahun kelahiran SVD. Ini betul sebuah intensi pribadi.

Pertama, saya melantunkan doa syukur kepada Tritunggal Maha Kudus. Allah Tritunggal telah menghadirkan konggregasi SVD ke tengah dunia melalui Santo Arnoldus Janssen. SVD lahir di tengah situasi “Kulturkampf”. Mereka mewartakan sabda dan menyebarkan iman ke seluruh dunia. “Steyler Missionar” membawa sabda Allah kepada umat beriman. Sabda itu bertumbuh dan terus berkembang.

Dalam doa dan ekaristi saya bersyukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus. Saya berterima kasih  kepada Santo Arnoldus Janssen dan keluarga besar SVD. Ayah saya Albertus Sabu Dhoni selalu menyebut lima nama imam SVD: P. Frans Cornelissen, P. Cornelius Does(Pustardos), P. Anton Donkers, P. Zakarias Ze dengan P. Markus Moa.

Ayah mengenang jasa baik mereka. Mereka membangun pola pikir melalui pendidikan. Mereka mengajak kita selalu menghargai sesama. Mereka memiliki martabat luhur. Semua pekerjaan yang baik, entah kecil atau besar sama mulia. Perjalanan hidup keluarga kami dan panggilan imamatku tak terlepas dari peran SVD.

Saya juga berdoa untuk perutusan SVD pasca jubileum 150 tahun. SVD sudah turut membangun fundasi kehidupan iman dan masyarakat. Mereka memberi kontribusi nyata dalam bidang pendidikan, sosial dan budaya. Semoga sama saudara SVD tetap bersemangat dan setia membawa firman Tuhan ke tengah dunia. Dalam situasi apapun, mereka terus mewartakan kasih dan kebenaran. Mereka terbuka membangun dialog, teguh memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan.

Kedua, saya bersama umat paroki mendukung aksi kemanusiaan Jubileum 150 tahun SVD. Saya terkesan dengan proyek: “150 Jahre Steyler Missionar – 150 Brunnen für die Welt”. Mereka menggalang dana untuk membangun 150 sumur air bersih di seluruh dinia. Konggregasi SVD bekerja di hampir 80 negara. Mereka mengetahui kebutuhan dunia: AIR BERSIH. 150 sumur merupakan proyek teladan harapan dan kasih. Ketersediaan air bersih menjadi ajakan untuk mengenangkan anugerah cinta Tuhan dan sumber kehidupan.

Ketiga, saya mengunjungi sama saudara SVD.  Bulan Agustus lalu saya mengunjungi mereka di Sankt Agustin Jerman, Steyl, Roosendaal dan Teteringen Belanda. Liburan ke Sankt Agustin selalu berarti kembali ke rumah. Rektornya P. Polikarp Ulin Agan dari Adonara adalah teman kelas di Ledalero. Saya diperlakukan sebagai tamu Rektor. Tidur dan makan minum gratis.

Saya juga diterima penuh kehangatan oleh adik-adik SVD yang lain: P. Fidelis Regi Waton, P. Vinsen Adi Gunawan, P. Agatheus Ngala(Pastor Paroki Sankt Agustin) dan Diakon Yohan Paji. Saya juga bertemu P. Jessing(mantan misionaris Adonara dan Maumere), P. Nong Ito, P. Sil Ule, P. Altus Djebada, P. Sil Fallo(misionaris Kalimantan yang libur ke Jerman), P. Arnold Ndiwa CMF dan P. Eman CssR. Tak lupa mantan penghuni Sankt Agustin: adik Bastian Limahekin sekeluarga dan Vian Lein bersama istrinya Elvin.

Dari Sankt Agustin P. Altus Djebada menghantar saya ke Steyl. Saya bertemu beberapa misionaris NTT yang bekerja di manca negara. Salah satunya, alumni Seminari Mataloko, P. Yan Delau Baru, asal Nduaria Ende. Mereka sedang mengikuti kursus dan refreshing pastoral.

Dari Steyl saya lanjut ke komunitas pastoran SVD Roosendaal. Saya diterima teman kelas P. Klemens Hayon, ade P. Igor dan P. Hery(misionaris Jepang yang sedang studi di Leuven). P. Klemens membawa saya ke rumah SVD Teteringen. Kami mengunjungi mantan dosen moral di STFK Ledalero, P. Kees Maas.

Terima kasih kepada sama saudara SVD. Saya pernah tinggal di komunitas Sankt Agustin 24 Nopember 2013 sampai 30 Nopember 2014. Setahun di Sankt Agustin merupakan saat rahmat. Saya mempersiapkan, membaharui, memurnikan motivasi perutusan ke Swiss. Sankt Agustin dan rumah-rumah SVD lainnya tak sekedar rumah tinggal sementara. Di sana kami merawat relasi, kepercayaan, persaudaraan dan hidup imamat. Kami saling mendukung dalam panggilan.

Rumah-rumah SVD menghadirkan persahabatan penuh kasih. Kami membangun komitmen dan harapan untuk membawa kasih Allah. Saya bersyukur pernah hidup berkomunitas di rumah-rumah SVD. Saya belajar kerja mandiri. Saya belajar tradisi-tradisi religius dan intelektual. Saya belajar persahabatan lintas budaya dan  komunitas internasional ala SVD. Semuanya bisa jadi bekal perutusan baru nanti. Kami saling mengingatkan: “Kita tetap saling kontak, rawat relasi, kepercayaan dan persaudaraan melalui doa dan sapaan hangat. Tak lupa membagi refleksi hidup rohani dan tulisan-tulisan bernas. Baik dari rumah-rumah SVD Eropa maupun dari Flores dan tanah air”.

Keempat, saya mengunjungi makam Santo Arnoldus Janssen. Saya merenungkan dan menimba kharisma Santo Arnoldus. Saya ingat kata-kata yang terpahat di atas peti tembaganya: “PATER DUX ET FUNDATOR atau BAPAK PEMIMPIN DAN PENDIRI. Arnoldus adalah bapak, pemimpin dan pendiri. Ia terbuka kepada kehendak Illahi. Ia fundator gerakan global dari kampung sunyi Steyl. Saya selalu berterima kasih padanya.

Saya berlutut dan berdoa di depan peti Santo Arnoldus. Ia sudah menjadi orang kudus. Saya menghormati teladan hidupnya. Saya percaya Santo Arnoldus akan menyampaikan doa-doa saya kepada Tuhan. Saya ingin menimba energi baru. Agar setia menjalani perutusan selanjutnya.  Karya misi selalu penuh tantangan,  penolakan bahkan korban jiwa. Saya berdoa agar panggilan baru terus bertumbuh. Dan semakin banyak generasi muda yang melihat panggilan sebagai anugerah yang indah dari Tuhan.

Kelima, saya mengunjungi makam para misionaris dan penjasa. Baik misionaris Eropa yang pernah bekerja di Flores NTT, maupun misionaris NTT yang bekerja, meninggal dan dimakamkan di sana. Saya mengunjungi tiga pemakaman misionaris di Sankt Agustin, Steyl dan Teteringen.

Di Sankt Agustin saya menyapa P. Yosef Sievers dan P. Yoakim Piepke. P. Sievers berjasa mengurus dokumen saya ke Sankt Agustin.  P. Piepke adalah mantan Rektor Seminari Tinggi Filsafat dan Theologi Sankt Agustin. Ia yang mengundang saya untuk mengikuti kursus bahasa Jerman di Sankt Agustin. Tanpa Piepke saya tidak bisa bekerja sebagai Misionaris Fidei Donum.

Saya juga mengunjungi makam dua adik misionaris dari NTT. Keduanya adalah P. Kalis Teli Lolan asal Solor dan P. Agustinus Anunut dari Timor. Saat berada di pemakaman Sankt Agustin saya katakan: “Kamu selalu hidup dalam kenangan orang-orang yang kamu kasihi. Kamu tidak mati. Hanya orang-orang terlupakan yang mati. Dan hanya jarak yang membuat kita jauh”.

Saya juga mengunjungi pemakaman SVD di Steyl. Banyak tokoh penting yang pernah berkarya di NTT. Ada Mgr. Petrus Noyen, mantan Prefek Apostolik Kepulauan Sunda Kecil(1913-1921) dan Mgr. Hendrikus Leven, mantan Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil(1933-1950). Ada mantan dosen STFK Ledalero dan Superior General SVD, P. Heinrich Heekeren dan mantan pastor paroki Wolowaru(1970-1975), P. Paul Krings.

Kepada mereka saya lantunkan kata-kata Santo Agustinus: “Bapak-bapak terkasih, kebangkitan adalah iman kita, reuni harapan kita, kenangan kasih kita. Dari tangan Tuhan kita menerima hidup, dibawah tangan Tuhan kita membentuk hidup, ke dalam tangan Tuhan kita mengembalikan hidup”.

Terakhir saya mengunjungi kuburan SVD di Teteringen. Mayoritas mantan misionaris Flores NTT dimakamkan di sana. Ada mantan sahabat ayahku: P. Cornelius Does(Pustardos), P. Anton Donkers dan P. Piet Crouzen. Juga para mantan Rektor Seminari Mataloko dan misionaris di Ngada: P. Stiphout, P. Jan Ebben,  P. Jan Bott, P. Van der Heidjen, P. Bader, P. Alex Aarts dan Anton Aarts. Ada mantan misionaris Manggarai, P. Jilis Verheijen, pendiri Seminari Kisol P. Leo Perik. Tak lupa mantan misionaris Sikka: P. Hermann Bolscher, P. Hermus, P. Richard Neuwandjik dan dosen Ledalero P. Adrian Vlooswijk.

Di pemakaman Teteringen saya mengucapkan kata-kata penulis Skotlandia, Thomas Carlyle(1795-1881): “Bapak-bapak terkasih. Kamu semua orang baik dan mulia yang pernah hidup bersama di tanah air kami. Kamu tidak dapat dipisahkan dari kami. Kamu meninggalkan jejak yang cemerlang seperti bintang-bintang, yang bayangannya masih dilihat oleh anak cucu kami selama berabad-abad.”

Proficiat atas perayaan yubileum 150 tahun kelahiran SVD. Terima kasih atas jasa baikmu. Saya bersyukur atas kehadiranmu. Rasa syukur menghantar kita memahami masa lalu. Rasa syukur membawa kedamaian untuk hari ini. Rasa syukur menciptakan visi untuk hari depan.

Saya hanya bisa berbagi melalui tulisan sederhana. Saya termotivasi kata-kata tokoh politik dan penulis Amerika Serikat(1705-1790): “Jika kita tidak akan dilupakan begitu kita mati, tulislah sesuatu yang layak dibaca dan lakukan sesuatu yang layak ditulis”. ** Kirchgasse 4, 5074 Eiken AG

Jumat, 24 Oktober 2025