Oleh : Laurens Minipko

PEMBAHASAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perubahan Mimika tahun 2025 yang ditampilkan di beberapa laman media online Mimika, bagi saya menghadirkan tiga kata kunci (prioritas) yang pantas publik Mimika telaah. Mandatory Pendidikan dan Bayar Utang. Pemberitaan itu seketika memunculkan pertanyaan substansial ini. Di mana tempat pembahasan itu dipilih? Jadilah tiga pilar penitng yang menopang tulisan ini. Mandatory Pendidikan, bayar utang dan tempat rapat pembahasan. Ketiganya membentuk simpul isu yang bukan hanya fiskal, tetapi juga politik dan simbolik. Tulisan ini merupakan usaha penulis membaca sekali lagi prioritas belanja APBD Perubahan Mimika tahun 2025.

Mandatory Pendidikan: Angka 20% yang Masih Misterius

”SADAR

Konstitusi dan Undang-undang (pasal 31 ayat (4) UUD 1945, turunan pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat (1) sudah jelas: minimal 20% APBD dialokasikan untuk pendidikan.
Dalam rapat APBD Perubahan Mimika, komitmen ini disebut sebagai prioritas utama. Namun, sejarah pengelolaan anggaran di banyak daerah, termasuk Papua, mengajarkan kita bahwa angka 20% belum tentu identik dengan perbaikan mutu pendidikan.

Di lapangan, dana pendidikan kerap terserap untuk belanja pegawai, perjalanan dinas, dan kegiatan seremonial, bukan untuk perbaikan fasilitas sekolah, penyediaan buku, atau pelatihan guru.

Di Mimika, tantangan ini semakin kompleks karena kesenjangan mutu pendidikan antar wilayah masih lebar: antara kota, pinggiran, dan kampung pedalaman pesisir dan gunung. Pertanyaan yang patut rakyat ajukan: apakah mandatory pendidikan ini benar-benar akan menyentuh murid dan guru, gedung sekolah dan fasilitas pendukung, atau hanya menjadi angka cantik dalam dokumen APBD?

Bayar Utang: Beban Masa Lalu, Beban Masa Depan

Prioritas kedua yang disampaikan adalah pelunasan utang. Melunasi utang adalah tanggung jawab fiskal daerah yang baik. Namun, publik berhak tahu: utang ini untuk apa, siapa krediturnya, dan mengapa ia menumpuk. Apakah pertanyaan-pertanyaan serupa tertutur dari mulut wakil rakyat saat rapat pembahasan itu digelar?
Jika utang itu merupakan legacy problem (masalah yang diwariskan) dari pemerintahan sebelumnya, maka keputusan melunasinya akan berdampak pada hubungan politik positif antar-elite. Lebih dari itu, alokasi besar untuk bayar utang akan memangkas ruang fiskal bagi belanja yang bersentuhan langsung dengan rakyat, seperti kesehatan, pemberdayaan ekonomi, atau infrastruktur kampung.

Tempat Rapat: Efisiensi atau Simbol Disembedding?

Di luar substansi anggaran, publik mencatat fakta menarik: lokus APBD perubahan itu dibahas. Topik ini saya skenariokan ke dalam dua opsi, yaitu bila rapat pembahasan APBD perubahan dilaksanakan di Timika, dan bila rapat pembahasan APBD perubahan dilaksanakan di luar Timika dan atau Papua.

1. Rapat di Timika

Bila rapat itu dilaksanakan di Timika maka yang terdampak adalah penghematan biaya perjalanan dinas, memungkinkan pengawasan publik lebih dekat, dan menggerakkan ekonomi lokal karena belanja konsumsi rapat berputar di wilayah sendiri. Secara simbolik, ini menunjukkan bahwa keputusan lahir dari tanah tempat kebijakan itu berlaku.