Oleh : Stefanus Wolo Itu

Perang Budaya

SETIAP tanggal 8 September gereja katolik sejagat merayakan pesta kelahiran Santa Perawan Maria. Pesta ini menunjukan betapa gereja mengasihi dan menghormati Bunda Maria. Ia berperan penting dalam karya keselamatan Allah. Sejak awal mula Allah telah menentukan Bunda Maria sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan Yesus Kristus.

”SADAR

Tahun 2025 bertepatan dengan pesta kelahiran Bunda Maria, Konggregasi SVD merayakan Yubileum 150 tahun kelahirannya. Konggregasi SVD didirikan oleh Santo Arnoldus Jansen. Arnold kelahiran Goch Jerman tanggal 5 Nopember 1837. Setelah tamat SMA tahun 1855, ia belajar Matematika dan IPA di Bonn dan Münster. Ia studi filsafat di Bonn dan teologi di Münster. Tanggal 15 Augustus 1861 ia ditahbiskan menjadi imam projo Keuskupan Münster.

Setelah ditahbiskan ia mengajar SMA di Bocholt. Pada tahun 1873 ia menjadi kapelan di Biara Ursulin Kempen. Ia menerbitkan majalah bulanan “Der kleine Herz Jesu Bote atau Utusan Kecil Hati Kudus Yesus”. Melalui media itu ia menyerukan umat katolik berbahasa Jerman untuk memperhatikan karya misi gereja universal.

Saat itu beberapa negara Eropa sudah memiliki pusat persiapan para misionaris sebelum ke tanah misi. Sedangkan Jerman belum memilikinya. Arnold Jansen berharap agar para imam yang tertarik dengan karya misi bisa mendirikan sebuah rumah persiapan untuk para misionaris. Ia mempromosikan gagasannya melalui iklan publik. Ia juga menggalang dana melalui bantuan majalahnya.

Tapi banyak orang pesimis dengan gagasannya. Tak terkecuali para Uskup dan imam. Pesimisme itu muncul karena “Kulturkampf” yang sedang terjadi di Jerman. Istilah “Kulturkampf” berasal dari bahasa Jerman. Kultur artinya budaya. Kampf berarti perang atau perlawanan. Kulturkampf artinya perang budaya. Kulturkampf adalah kebijakan yang diterapkan oleh kanselir pertama Jerman, Otto von Bismarck pada akhir abad ke 19. Ia memimpin Jerman 21 Maret 1871-20 Maret 1890. Kulturkampf bertujuan mengendalikan dan melumpuhkan pengaruh kekuatan gereja katolik Roma di Jerman.

Saat itu Jerman baru saja bersatu sebagai negara berdaulat di bawah Bismarck. Bismarck mempunyai motto “Blut und Eisen atau Darah dan Besi”. Bismarck berkeyakinan bahwa pidato dan keputusan mayoritas tidak akan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan besar jaman ini. Hanya besi dan darah yang bisa menjawabnya.

Dia dijuluki “Kanselir Besi” karena menggunakan kekuatan perang dan industri untuk mencapai tujuan politik. Bismarck melihat gereja katolik Jerman sebagai kekuatan besar yang menghambat agenda politiknya. Gereja katolik memiliki pengaruh signifikan dalam masyarakat dan pendidikan. Ia ingin membatasi pengaruh gereja katolik dalam politik dan masyarakat. Bagi Bismarck gereja katolik ancaman! Bukan mitra.

Salah satu hal yang memicu Kulturkampf adalah hasil konsili Vatikan I tahun 1869-1870. Para bapa konsili mengeluarkan dogma Infalibilitas Paus. Dogma itu menyatakan bahwa paus infalibel. Ia tidak salah mengajar dalam masalah iman dan moral. Bismarck melihat infalibilitas paus sebagai ancaman terhadap otoritas negara.

Paus dan gereja katolik akan menggunakan infalibilitas untuk mencapai keinginannya. Mereka akan memengaruhi hegemoni politik internasional. Karena itu Bismarck berjuang membatasi pengaruh gereja katolik dalam politik, pendidikan dan kemasyarakatan. Gereja katolik dipandang sebagai kekuatan yang mengganggu otoritas negara.