Pembudidaya Ikan di Timika Diajari Cara Mendiagnosa, Suntik Vaksin dan Herbal Penyembuh Ikan Air Tawar
Timika,papuaglobalnews.com – Puluhan pembudidaya ikan air tawar di Kabupaten Mimika telah mengikuti pelatihan cara mendiagnosa, suntik vaksi ikan dan penggunaan herbal lokal secara mandiri untuk menyembuhkan penyakit ikan air tawar. Pelatihan ini mereka peroleh dalam desiminasi sistem bioflok, hama dan penyakit ikan air tawar selama dua hari, Selasa-Rabu, 16-17 September 2025 yang digagas Dinas Perikanan Mimika.
Astuti selaku narasumber dari Balai Pengembangan Teknologi Budidaya (BPTB) Provinsi DI Yogjakarta mengungkapkan, dalam pelatihan ini pembudidaya ikan lele dan nila lebih difokuskan pada penanganan masalah penyakit bakteri dan parasit supaya mudah dikendalikan. Timbulnya bakteri dan parasit pada ikan lele dan nila bersumber dari air yang mengandung zat logam berat (FE) terlalu tinggi dan kandungan NO2 yang mengandung gas beracun.
Ia mengakui berdasarkan hasil kunjungan langsung di lapangan membuktikan tempat usaha yang dimiliki pembudidaya di Timika mengandung zat logam berat tinggi. Airnya kelihatan jernih tetapi ketika dicium mengandung aroma logamnya tinggi. Hal ini hampir semua peserta belum mengerti bagaimana cara penanganannya.
Astuti menegaskan melihat sumber air yang jernih belum tentu membuat ikan itu sehat.
Menurutnya, sebagai pembudidaya tahap awal harus memahami terlebih dahulu kondisi lingkungannya. Salah satu solusi, air sebelum ditabur benih perlu dilakukan pengocokan untuk pengendapan di salah satu wadah dalam jangka waktu tertentu. Setelah pengedapan air dialirkan ke tempat bioflok atau kolam yang sudah tersedia untuk budidaya ikan.
Namun, jika alasan keterbatasan kolam, dapat dilakukan dengan cara mencampurkan air aerasi langsung ke dalam kolam untuk menetralisirkan zat logam beratnya. Tujuan supaya NO2 menguap dan zat besinya sudah mengendap.
Selain itu, lanjutnya, dalam pelatihan telah dipraktekan langsung kepada peserta, jika ikannya mengalami terserang penyakit dapat diberikan vitamin dengan cara disuntik maupun melalui campuran langsung lewat pakan pellet.
Ia berharap dengan pelatihan ini pembudidaya mampu mendiagnosa sendiri jika menemukan ternak ikannya terserang bakteri dan parasit.
Ikan yang terkena parasit, Astuti menganjurkan diberikan antiseptik berupa herbal seperti batang pisang, penggaraman, jantung pisang dan daun siri. Semua bahan ini diproses dengan frementasi, diblender dan dicacah atau diambil sarinya selanjutnya dicampurkan pada pakan atau ditabur langsung di kolam.
Ia juga mengakui selama ini para pembudidaya belum paham. Sehinggai ikan yang kena parasit atau apapun penyakit diberikan antibiotik supertetra yang berdampak pada residu (penempelan pada daging ikan) dan ketika manusia makan akan membahayakan kesehatan (kematian). Dengan demikian, Astuti dalam pelatihan menganjurkan kepada pembudidaya dalam penanganan penyakit lebih pada pengobatan herbal bersifat ramah lingkungan dan konsumsi dan mendukung tingkat produktifasnya tetap bagus.
Sementara ikan yang terkena bakteri (luka-luka) juga disarankan menggunakan obat herbal yakni daun maniran, kunyit, daun papaya. Cara pengolahan bisa direbus selanjutnya dicampur lewat pakan.
Sementara Dasu Rohmana narasumber dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Suka Bumi Jabar Kementerian Perikanan dan Kelautan mengemukakan, membudidaya ikan sistem bioflok memiliki manfaat dua manfaat.
Pertama, lebih menghemat akan air dan biaya. Sistem ini sangat cocok untuk diterapkan di daerah yang ketersediaan airnya terbas.
Dalam pemeliharaan sistem ini setelah dimasukan bibit ikan ditaburkan bakteri dalam kolam atau bioflok. Sehingga dalam pergantian air dalam seminggu hanya 10 persen. Dengan sedikit dilakukan pergantian air kotoran ikan, sisa pakan yang menjadi racun ammonia akan diproses oleh bakteri pengurai di dalam kolam sehingga zat ammonia berkurang. Sumber makanan bakteri dari kotoran ikan.
Kedua, bakteri probiotik yang ada dalam kolam menjadi sumber pakan ikan nila. Karena secara alamiah nila makan bakteri fitoplanton. Dengan demikian terjadi efisiensi penggunaan air dan pakan.
Ia mengungkapkan dalam budidaya sistim ini pemberian pakan buatan dapat dikurangi agar ikan dapat makan makanan alami atau bakteri. Jenis pemakan bakteri selain ikan nila, udang paname dan udang gala.
Sedangkan untuk pemeliharaan ikan lele lebih pada efesiensi penggunaan air bukan menghemat pakan, karena lele bukan jenis pemakan bakteri.
Ia menjelaskan manfaat daripada ammonia sebagai pakan yang mengandung protein pada ikan dan molase (tetesan tebu) menjadi karbohidrat. Sedangkan jika tidak ada molase bisa diganti dengan karbohidrat alternatif berupa air gula, gula merah atau menaburkan tepung terigu dalam kolam. Jadi, konsep budidaya memanfaatkan limbah dari gula dan ammonia ikan menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk ikan itu sendiri.
Sedangkan budidaya berkolam tanah atau tradisional tidak perlu lagi menambah bakteri karena sudah ada mikroflora secara alami, dimana tanah berperan sebagai probiotik alami.
Sementara, Yanpit Mombing Worisio selaku peserta pelatihan mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perikanan Mimika yang telah selenggarakan pelatihan ini. Namun, Yanpit menyarankan setelah kegiatan perlu ada diskusi lanjutan tanpa membutuhkan biaya besar, dengan turun langsung di pembudidaya ikan dalam mencari terobosan baru. **

































