Kita Makan Sagu, Bukan Minum Minyak
Oleh : Laurens Minipko
“Kita makan sagu, bukan minum minyak.” Kalimat ini terdengar sederhana, bahkan jenaka. Namun di situlah letak daya kritiknya. Ia menyingkap jurang antara logika negara-pasar dan logika hidup orang Papua (antara imajinasi pembangunan dari atas dan realitas tubuh, tanah, serta pangan lokal dari bawah).
Dalam kerangka politik ekologi kritis, pembangunan tidak pernah netral. Seperti ditegaskan David Harvey, kapitalisme bekerja melalui accumulation by dispossession: tanah dan sumber daya diambil alih atas nama kepentingan publik, lalu dimasukkan ke dalam sirkuit modal. Di Papua, logika ini tampil telanjang. Tanah tidak lagi dibaca sebagai ruang hidup, melainkan sebagai aset strategis pangan dan energi nasional.
Sagu, bagi orang Papua, bukan sekadar karbohidrat. Ia adalah arsip ekologis, identitas kultural, dan etika hidup. Sagu tumbuh tanpa memaksa tanah bekerja secara eksploitatif. Ia menopang relasi manusia dengan alam yang berumur ratusan tahun. Dalam sagu, tubuh belajar tentang cukup, bukan tentang akumulasi. Karena itu, mengganti sagu dengan sawit bukan sekadar pergantian komoditas, melainkan pergeseran cara hidup: dari hidup bersama alam menuju hidup untuk pasar.
Logika inilah yang muncul berulang dalam proyek-proyek besar negara seperti MIFEE, Proyek Strategi Nasional (PSN), dan belakangan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). Ketiganya berbagi asumsi yang sama: Papua adalah ruang strategis yang sah direkayasa dari atas. Tanah adat dipetakan ulang sebagai koridor investasi, hutan dan rawa diposisikan sebagai cadangan pangan dan energi nasional. Tanah bekerja, tetapi nilai berangkat pergi.
Imajinasi ini ditegaskan secara terbuka dalam pengarahan Presiden Prabowo Subianto kepada para kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Selasa 16 Desember 2025. Hadir seluruh gubernur dari enam provinsi, 42 bupati dan wali kota, serta Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua.
Presiden menekankan percapatan pembangunan, pengamanan kekayaan negara, serta penguatan swasembada pangan dan energi hingga ke tingkat daerah. Papua disiapkan sebagai kawasan strategis kemandirian energi nasional, disertai janji pembangunan rumah sakit, sekolah, pariwisata, keamanan dan infrastruktur.

































