Timika,papuaglobalnews.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mimika Papua Tengah secara rutin membuka pelayanan pemeriksaan Orang Dengan Gangguan Jiwa (OGDJ) dan Konsultasi Kesehatan Mental untuk masyarakat Mimika empat kali selama tahun 2025 ini. Dalam pelayanan ini jumlah pasien OGDJ dan pasien Konsultasi Kesehatan Mental Mimika mengalami peningkatan.

Reynold Rizal Ubra, Kepala Dinas Kesehatan Mimika melalui Feika Rande Ratu, Kepala Seksi (Kasie) Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa menyebutkan berdasarkan hasil pelayanan kesehatan tahap pertama terdapat 82 pasien, tahap kedua naik menjadi 102 pasien dan tahap ketiga kembali naik menjadi 133 atau bertambah 31 orang baru. Dalam pelayanan ini Dinkes bekerjasama dengan dr. Liza Octaniani Ramlah dan dr. Bernd, SpKJ,Subsp.A.R (K), M.Kes dari Rumah Sakit Jiwa Abepura Jayapura.

“Ini merupakan program Dinas Kesehatan yang diusulkan sejak tahun 2024 lalu, dan diakomodir dalam APBD 2025. Kegiatan sudah dilaksanakan beberapa tahun sebelumnya,” jelas Feika kepada papuaglobalnews.com di sela-sela mendampingi pasien OGDJ dan pelayanan konsultasi kesehatan mental di Puskesmas Timika Jalan Trikora, Sabtu 4 Oktober 2025.

Feika menyampaikan Dinkes membangun kerjasama dengan dokter special jiwa Rumah Sakit Jiwa Abepura Jayapura bertujuan untuk mendekatkan layanan kepada masyarakat mengalami sakit gangguan jiwa dan pasien yang membutuhkan konsultasi kesehatan mental. Mengingat di Timika hingga kini belum ada dokter spesialis sakit jiwa.

Feika menyampaikan selain Dinkes bekerjasama dengan mendatangkan dokter spesialis jiwa RS Jiwa Abepura supaya bisa bertatap muka langsung dengan pasien juga bekerjasama  konsultasi melalui telepon antara dokter umum dengan dokter spesialis jiwa ketika ada pasien baru yang membutuhkan penanganan cepat. Kerjasama ini juga berlaku selama setahun.

Ia menyebutkan  tahun 2025 sudah tiga kali  Dinkes mendatangkan dokter spesialis  jiwa, untuk  bertatap muka dengan pasien didampingi  keluarga guna berkonsultasi dan mengetahui perkembangan kesehatan dari pasien tersebut.  Tahap pertama sudah dilaksanakan di bulan Maret, tahap kedua bulan Juni, tahap ketiga bulan Oktober dan tahap keempat sesuai jadwal dilaksanakan pada akhir November 2025.

Sesuai data tahun 2024 sekitar 20 persen dari 157 pasien telah pulih dan mampu melayani dirinya sendiri, namun tetap dalam pengawasan keluarga untuk minum obat.

Dalam proses pemulihan pasien sakit jiwa ini peran dan dukungan pihak keluarga sangat dibutuhkan.

“Untuk pasien yang sudah pulih pemberian dosis obat dikurangi sesuai resep dokter spesialis jiwa. Pasien sakit jiwa ini tidak bisa langsung berhenti minum obat, karena berpotensi kambuh kembali. Ini tujuan kita datangkan dokter setiap tiga bulan lakukan konsultasi dan lihat langsung kondisi pasien,” jelasnya.

Feika mengungkapkan dari 133 pasien ini 20 persen anak-anak, sisanya orang dewasa dan usia produktif.

Dikatakan, orang mengalami sakit jiwa selain faktor genetik atau keturunan diakibatkan tekanan ekonomi, masalah dalam keluarga  dan akibat konsumsi narkoba. **