Timika, papuaglobalnews.com — Festival Golden of Papua Central 2025 yang baru pertama kali diselenggarakan resmi digelar di pelataran Gedung Eme Neme Yauware, Kamis (29/5). Acara pembukaan diawali dengan parade tifa mulai dari Jalan Yos Sudarso depan Gereja Tiga Raja Timika melewati Jalan Cenderawasih, Jalan Budi Utomo, Jalan Belibis masuk halaman Gedung Eme Neme Yauware.
Kegiatan festival kolaborasi budaya Papua dan Nusantara ini melibatkan 14 komunitas seni itu akan berlangsung hingga 31 Mei 2025.

Festival yang digagas oleh Sanggar Seni Sampari Mimika ini menjadi ajang ekspresi seni dan budaya yang diharapkan dapat membangkitkan semangat kebersamaan serta kreativitas generasi muda Mimika.

Dalam sambutan Bupati Mimika, Johanes Rettob, yang dibacakan oleh Pelaksana Tugas Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Setda Mimika, Yakobus Kareth, disampaikan bahwa Festival Golden of Papua Central bukan sekadar perayaan, melainkan simbol semangat baru. Festival ini menjadi ruang terbuka yang inklusif dan titik temu bagi seluruh insan seni di Mimika.

”MTQ

“Di sinilah karya-karya seni ditampilkan, tradisi diwariskan, dan inovasi dalam bingkai kearifan lokal Papua serta kebudayaan Nusantara terus dikembangkan,” ujar Yakobus.

Kabupaten Mimika dikenal tidak hanya karena kekayaan alamnya, tetapi juga karena warisan budayanya yang meliputi cerita rakyat, tarian, musik, kerajinan tangan, dan nilai-nilai luhur yang hidup di tengah masyarakat. Festival ini memberi ruang bagi komunitas seni dan generasi muda untuk mengekspresikan identitas mereka secara kreatif dan meningkatkan kualitas karya seni yang kompetitif di tingkat nasional maupun internasional.

“Kita ingin dunia melihat bahwa Papua bukan hanya memiliki keindahan alam yang luar biasa, tetapi juga kekuatan budaya yang mendalam, berwarna, dan menginspirasi. Golden of Papua Central adalah jendela bagi dunia untuk melihat kekayaan hati dan jiwa masyarakat Mimika,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia, pelaku seni, komunitas budaya, sponsor, serta semua pihak yang telah bekerja keras menyukseskan festival ini.

“Ini adalah bentuk kolaborasi luar biasa. Ketika kita bersatu, tidak ada yang tidak mungkin,” katanya.

Festival ini juga dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa hak cipta mencakup ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang merupakan bagian dari kekayaan intelektual bangsa. UU ini juga menegaskan pentingnya perlindungan terhadap karya-karya tradisional seperti lagu daerah, tarian, cerita rakyat, bahasa daerah, serta hasil kreativitas dan inovasi masyarakat.

Ketua Sanggar Seni Sampari sekaligus Ketua Panitia Festival, Diego Armando Manaku dalam sambutan menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi wadah wisata budaya ditengah minimnya tempat wisata untuk masyarakat menikmati pentas seni dari generasi muda kreatif Mimika.

“Kita bersyukur festival yang baru pertama kali digelar dengan sederhana ini bisa terselenggara. Ini semua karena berkat kerja keras dan perjuangan dari berbagai komunitas seni yang terlibat dalam kelompok panitia kecil,” jelas Diego.

Festival ini terbuka bagi siapa saja. Hingga saat ini, sebanyak 14 komunitas seni telah terdaftar dan siap menampilkan karya mereka.

Diego menjelaskan acara diawali dengan parade tifa sebagai filosofi dengan membunyikan tifa untuk memanggil anak muda dan komunitas seni di Papua Tengah untuk bergabung menampilkan karya seni.

Diego berharap, kegiatan serupa dapat terus berlanjut di masa mendatang dengan melibatkan lebih banyak anak muda yang memiliki minat di bidang seni dan musik, demi melestarikan nilai-nilai budaya lokal di tengah derasnya arus globalisasi. **