HUT Mimika ke-29 adalah undangan untuk melihat sejarah dengan jujur. Kita tidak bisa hanya menghitung panjang jalan yang dibangun atau gedung baru yang berdiri. Kita juga perlu mengingat cerita Amungme dan Kamoro, tentang kampung yang terpecah, tanah yang hilang, tetapi juga tentang ketabahan menjaga kehidupan.

Perayaan ini seharusnya mengingatkan kita pada janji “hai”. Kesejahteraan yang menyentuh semua aspek hidup. Jika janji itu dulu menjadi dasar kepercayaan orang Amungme, maka hari ini janji itu harus diwujudkan dalam bentuk keadilan sosial, pembangunan yang merata, dan penghormatan kepada masyarakat adat.

Bingkai Regulasi dan Filosofis

Dalam kerangka hukum, peringatan HUT Kabupaten Mimika tidak sebatas seremonial, tetapi merupakan wujud amanat otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi memberi kewenangan penuh bagi Mimika untuk mengatur pembangunan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan lokal.

Arah Pembangunan Mimika juga tercermin dalam dokumen resmi daerah. Bila visi bupati sebelumnya menekankan daya saing dan kemandirian, maka kini Bupati Mimika 2025-2029 membawa visi baru: “Terwujudnya Mimika yang responsif, enerjik, transparan, terampil, dan berdaya saing menuju Gerakan Kebangkitan Ekonomi Masyarakat Adil dan Sejahtera (GERBANG EMAS).

Visi ini mengandung pesan penting: Mimika harus tanggap (responsif) terhadap masalah sosial, penuh semangat (enerjik) dalam pembangunan, terbuka (transparan) dalam tata k elola, cakap (terampil) dalam pelayanan, adil (objektif) dalam kebijakan, sekaligus mampu bersaing di era global. Semua itu diarahkan pada satu tujuan: kebangkitan ekonomi masyarakat yang adil dan sejahtera.

Jika kita sandingkan dengan sejarah Amungme dan Kamoro, visi GERBANG EMAS dapat menjadi jembatan: Pembangunan yang tidak mengulangi luka masa lalu, tetapi memberi ruang keadilan bagi masyarakat adat, perempuan, anak muda, serta kelompok-kelompok yang rentan tertinggal.

Meneguhkan Janji

Mimika yang kita kenal hari ini adalah hasil perjumpaan banyak jalan. Jalan adat, jalan agama, jalan negara, jalan kapital. Semua bertemu, berkonflik, dan kadang saling meniadakan. Tetapi justru dari situ Mimika mendapat identitasnya. Sebuah tanah Karepau dan Honai yang berdiri tegak menopang identitas Amungme dan Kamoro, dan yang menjadi rumah bagi banyak orang.

Di usia ke-29 ini, Mimika dipanggil untuk meneguhkan janji kesejahteraan yang adil. Sebuah janji yang bukan hanya milik perusahaan tambang atau pemerintah, tetapi janji yang lahir dari akar. Dari Amungme, dari Kamoro, dan dari semua orang yang menyebut Mimika sebagai rumah. Dan visi GERBANG EMAS bisa menjadi arah baru, agar Mimika tidak hanya tumbuh, tetapi juga adil, lestari, dan berakar pada sejarahnya sendiri. **