Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Papua menyatakan telah mengeluarkan saran perbaikan yang pada pokoknya meminta kepada KPU Provinsi Papua untuk memerintahkan sejumlah KPU Kabupaten/Kota melakukan pencermatan terhadap beberapa TPS terkait data pemilih, daftar hadir pemilih, pencatatan kejadian khusus, penyelesaian keberatan, dan hal lainnya. KPU Provinsi Papua akan mempertimbangkan dan hasil pertimbangan terhadap saran perbaikan tersebut akan disampaikan secara tertulis kepada Bawaslu Papua.

Sebagai informasi, Pemohon mendalilkan selisih suaranya sebesar 0,8 persen atau 4.134 suara dengan Pihak Terkait karena adanya partisipasi pemilih di atas 100 persen melebihi DPT yang tersebar di 62 TPS. KPU Provinsi Papua telah menetapkan hasil penghitungan suara pasca PSU yaitu Paslon Nomor Urut 1 memperoleh 255.683 suara dan Paslon Nomor Urut 2 meraih 259.817 suara. Selisih sebesar 4.134 suara atau 0,8 persen tersebut di bawah ambang batas untuk mengajukan permohonan PHPU Gubernur Papua ke MK yakni 10.310 suara atau 2 persen dari jumlah total suara sah.

Sementara Pemohon mengeklaim seharusnya mendapatkan 246.418 suara, unggul tipis dari Paslon Nomor Urut 2 atau Pihak Terkait dalam perkara ini yang semestinya hanya memperoleh 245.528 suara. Penambahan suara kepada Pihak Terkait diduga karena adanya partisipasi pemilih di atas 100 persen pada 62 TPS yaitu terdiri dari 2 TPS di Kabupaten Jayapura; 7 TPS di Kabupaten Kepulauan Yapen; 2 TPS di Kabupaten Biak; 3 TPS di Kabupaten Sarmi; 2 TPS di Kabupaten Supiori; 25 TPS di Kabupaten Keerom: 1 TPS di Kabupaten Waropen; dan 20 TPS di Kota Jayapura.

”SADAR

Pemohon mengatakan adanya partisipasi pemilih diatas 100 persen melanggar Putusan MK Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025 karena dalam pertimbangan hukum dan amar putusan menyatakan DPT yang digunakan dalam PSU adalah DPT yang digunakan juga dalam pemungutan suara serentak pada 27 November 2024. Sebab itu tidak dibenarkan untuk menambah pemilih pada tiap-tiap TPS pada saat pelaksanaan PSU yang diselenggarakan pada 6 Agustus 2025.

Pemohon mengaku sudah menyampaikan keberatan secara berjenjang pada rapat pleno rekapitulasi di tingkat Distrik, Kabupaten, dan Provinsi. Kemudian telah ada saran perbaikan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Papua pada saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Provinsi untuk setiap Kabupaten dan Kota, tetapi Termohon mengabaikan keberatan dari Pemohon dan tidak mengindahkan saran perbaikan dari Bawaslu Provinsi tersebut.

Selain itu, Pemohon juga mendalilkan ketidaknetralan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Bahlil Lahadia sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar karena terlalu sering melakukan kunjungan kerja ke Papua yang diduga untuk memenangkan Pihak Terkait. Pemohon menyebut Penjabat (Pj) Papua Agus Fatoni melakukan kegiatan intervensi politik yang diduga untuk memberikan dukungan secara tidak langsung kepada Pihak Terkait di Yayasan Hikmah Al Bunayyah di Distrik Heram Kota Jayapura.

Kemudian Pemohon mendalilkan Bupati Keerom Piter Gusbager sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar Kabupaten Keerom menggunakan kewenangannya untuk menggerakan Kepala Kampung untuk memenangkan Pihak Terkait. Bahkan Pemohon juga menyebut oknum polisi tidak netral dengan melakukan tindakan intimidasi kepada sejumlah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan anggota Panitia Pemilihan Distrik (PPD), Panitia Pengawas Pemilihan Distrik (Pandis), KPU Daerah, dan Bawaslu Kabupaten/Kota guna mengubah hasil penghitungan suara C. Hasil tingkat KPPS dan D. Hasil KWK tingkat Distrik agar memenangkan Paslon Nomor Urut 2 Fakhiri-Aryoko pada sejumlah daerah di Kabupaten/Kota se-Papua.

Karena itu, dalam petitumnya para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk membatalkan Keputusan KPU Provinsi Papua Nomor 640 Tahun 2025 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Papua Tahun 2024 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi yang ditetapkan dan diumumkan pada 20 Agustus 2025 pukul 22.40 WIT sepanjang perolehan suara di 92 TPS yang tersebar di sejumlah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua serta menetapkan perolehan suara Pilgub Papua yang benar menurut Pemohon di atas.

Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel II yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Saldi mengatakan, perkara ini kemudian akan disampaikan kepada para hakim konstitusi lainnya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan kelanjutannya. Hasil RPH nanti dapat berupa pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan atau perkara tidak dilanjutkan.  “Nanti tergantung hasil pembahasan di RPH,” kata Saldi.

Saldi melanjutkan, apabila perkara yang dinyatakan dapat diperiksa lebih lanjut maka untuk tingkat provinsi masing-masing pihak dapat mengajukan saksi/ahli maksimal 6 orang, sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota masing-masing pihak dapat mengajukan saksi/ahli maksimal 4 orang. Sementara untuk perkara yang dinyatakan tidak dapat diperiksa lebih lanjut akan diucapkan dalam sidang pengucapan putusan dismissal pada Rabu, 10 September 2025. **