Pater Gabriel Ngga, OFM: Minggu Palma Menggambarkan Orang yang Sama Mengimani Yesus Raja Damai Tetapi Juga Menghina Yesus
Timika,papuaglobalnews.com – Umat Katolik di dunia merayakan misa Minggu Palma dengan suka cita, Minggu 13 April 2025.
Perayaan mengenang kisah Yesus masuk Kota Yerusalem dengan menunggang seekor keledai juga dirayakan umat Katolik Paroki Santo Stefanus Sempan Timika, Keuskupan Timika.
Perayaan misa kedua dipimpin Pater Gabriel Ngga, OFM, Pastor Paroki Santo Stefanus Sempan diawali dengan ritus pemberkatan daun Palma di halaman gereja.
Selanjutnya misdinar, akolit dan imam bersama umat berjalan berarak masuk dalam gereja dengan melambaikan daun Palma di tangan sambil menyanyikan lagu Hosana Putera Daud.
Pater Gabriel dalam kotbah mengungkapkan, dalam perjalanan menuju Yerusalem, Yesus dielu-elukan dengan penuh suka cita dan penuh kegembiraan. Ia dielukan sebagai raja. Tetapi pada saat yang sama justru Ia dianggap sebagai penjahat. Ia ditangkap, disiksa, dihina hingga dihukum mati digantung di kayu salib.
Pater Gabriel menegaskan orang-orang yang menghina dan menghukum Yesus merupakan orang yang sama yang menyambut-Nya pada saat masuk Kota Yerusalem. Dengan demikian, peristiwa Minggu Palma merupakan gambaran atas diri orang-orang itu sendiri bukan orang lain.
“Di satu pihak kita mengimani Yesus sebagai guru dan Tuhan yang mengajak kita untuk dimuliakan dengan penuh semangat dan gembira. Tetapi dilain pihak kita terus menghina Dia. Melihat Dia sebagai penjahat,” jelas Gabriel.
Pater Gabriel menegaskan hal ini sering terjadi dalam hidup, apa yang diucapkan di mulut selalu berbeda dengan perbuatan yang dilakukan manusia.
Manusia melihat Yesus adalah raja damai. Namun dalam praktek hidup selalu berlawanan. Manusia justru saling bermusuhan, saling membunuh, terjadi konflik membuat orang lain berdiam diri dalam rumahnya karena merasa ketakutan.
Situasi ini terjadi kata Pater Gabriel, karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu, seperti ekonomi, politik, kekuasaan dan egoisme manusia yang terlalu tinggi.
Akibat dari itu semua, ajaran Yesus tentang cinta kasih dan damai begitu sulit untuk mengakar, meresapi dan bertumbuh dalam diri setiap orang beriman. Sehingga orang tidak lagi mengalami Yesus sebagai raja damai dan sang juruselamat.
Namun, Pater Gabriel mengungkapkan, Yesus memang sungguh-sungguh raja orang Yahudi. Meskipun Ia dihina, disiksa dan dihukum mati tetap mengampuni orang yang sudah berbuat salah. Teladan hidup ini menunjukan Yesus pada saat hidup dan sudah mati tetap seorang raja damai.
“Kepada Dialah kita harus mengimani. Oleh karena itu, mari kita menyiapkan hati agar dikuasi oleh Yesus dan masuk di dalam diri kita dan merajai hidup kita agar sungguh-sungguh menjadi pribadi pengikut Yesus Kristus yang konsisten.
Dengan apa yang diimani dan apa yang dilakukan, diperbuat dalam hubungan dengan sesama, relasi dengan Tuhan. Sehingga dunia yang tempat manusia tinggal menjadi dunia penuh kedamaian, penuh persaudaraan,” pesannya.
Sebagai orang beriman, perlu belajar teladan hidup Yesus yang rela membantu dan saling mengampuni kepada orang-orang yang telah melukai hati. Ampunilah mereka karena apa yang mereka lakukan mereka tidak tahu.
Menurutnya, dengan saling memaafkan dan mengampuni sebagai orang beriman akan memancarkan suasana suka cita, damai sejahtera serta kebahagiaan. Supaya dunia yang ada layak dihuni oleh semua orang tanpa memandang buruk orang itu datang dari suku, agama, budaya dan bahasa apa. **