Dikatakan, dalam rangka meneruskan tugas penggembalaan inilah, Tuhan Yesus memberikan kuasa kepada Rasul Petrus. Dengan simbol kunci seperti yang tertulis dalam Matius 16: 18-19 dan Yohanes 21: 15-17. Kuasa itu kemudian diteruskan kepada para rasul dan penerusnya termasuk para uskup sebagai pemimpin umat.

Kawanan domba yang dimaksud tidak lain adalah gereja. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa gereja seumpama kandang dan satu-satunya pintu masuk ialah Kristus sendiri.

Gereja senantiasa kawanan yang digembalakan oleh pemimpin manusiawi tetapi tidak pernah lepas dari pemeliharaan dan bimbingan Kristus sendiri.

”MTQ

Sang gembala baik dan pemimpin para gembala yang telah memberikan hidupnya untuk keselamatan umat-Nya.

Menurutnya, umat bersyukur Mgr. Bernardus Bofitwos Baru adalah putra Papua yang kedua menjadi uskup. Sosok yang memiliki kualitas tinggi baik dari sisi intelektual, pastoral maupun kemanusiaan.

Sebagai seorang misiolog lulusan Universitas Urbaniana Roma Italia. Ia memiliki pengalaman luas sebagai pimpinan O.S.A Provinsi Papua sebelumnya. Dosen misiologi dan Ketua STFT (Sekolah Tinggi Filsafat Teologi) Fajar Timur Abepura Jayapura serta aktivis dalam keadilan dan perdamaian bersama SKP Agutinian.

Selain itu, sebagai pribadi yang rendah hati, suka mendengarkan dan mau bekerjasama dalam tim. Walaupun, ia dikarunia berbagai potensi tetapi kerendahan hati, mendorongnya terus meneladani pada Tuhan Yesus sebagai gembala yang baik sekaligus pintu bagi kawanan domba.

Dengan pentahbisan ini, Mgr. Bernardus akan menjalankan tri tugas Yesus dan panca tugas gereja. Yaitu pewartaan, pengudusan dan penggembalaan, pelayanan dan pemeliharaan persatuan tanpa melupakan pada kaum miskin dan terpinggirkan.

Mgr. Bernardus akan menggembalakan umatnya di wilayah ini dengan persoalan yang kompleks dengan umat yang tersebar di pesisir dan pedalaman.

Sehingga sangat penting memahami karakteristik manusia, budaya dan alam, sosial dan politik dan keamanan di wilayah adat Mee Pago Provinsi Papua Tengah.

Saat ini banyak fenomena yang menunjukan kehidupan di Timika tidak selalu dalam keadaan baik-baik saja. Wilayah ini sering dikaitkan dengan konflik dan kekacaoan sosial. Sebagaimana akronim nama Timika (Tiap-tiap minggu kacao).

Tiap-tiap minggu ada kekerasan, tiap-tiap minggu ada ketidakadilan dan berbagaimacam persoalan yang harus dihadapi demi mewujudkan perdamaian.

Dikatakan, sebagaimana Yesus memperingati tentang pencuri, perampok dan binatang buas. Umat di Timika selalu menghadapi ancaman baik dari dalam maupun dari luar gereja.

Ada gembala yang setia tapi ada orang-orang upahan meninggalkan kawanan domba ketika bahaya mengancam. Karena itu, umat Keuskupan Timika membutuhkan pemimpin yang berani menyampaikan suara kenabian dan teguh iman dalam menghadapi berbagai tantangan.

Mgr. Bernardus memilih moto Akulah Pintu, yang menunjukan kesiapannya untuk  membuka pintu jalan keselamatan bagi umatnya.

Hendaknya tanpa takut menghadapi tantangan ini sebagaimana Nabi Yeremia yang awalnya merasa ragu tetetapi mempercayakan dirinya kepada Allah.

Dalam tugas penggembalaan mengandalkan Tuhan Yesus sebagai gembala utama, yang senantiasa membuka pintu keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepada sang pintu kehidupan.

Paus Fransiskus menekankan pentingnya pintu gereja selalu terbuka bagi semua orang bukan hanya secara fisik tetapi juga dalam makna spritual dan pastoral.

Paus menggunakan simbol pintu yang terbuka untuk menggambarkan gereja yang ramah, yang siap menyambut semua orang tanpa memandang latarbelakang atau kesalahan terutama kaum miskin. Hendaknya gereja menjadi rumah bagi semua orang dengan suasana ramah, penuh kasih dan damai.

Dalam semangat ini perlu mengedepankan Gereja Sinodal yang digagas Paus Fransiskus.

“Kita semua diajak untuk berjalan bersama dalam membangun gereja dalam semangat persekutuan partisipasi dan misi bersama umat Keuskupan Timika,” katanya.

Umat keuskupan Timika hendaknya menjadi umat yang terbuka untuk berdialog dengan semua pihak, dengan gereja-gereja lain, agama lain, pemerintah, kaum intelektual, tokoh adat, perusahaan, berbagai lembaga kemanusiaan agar dapat menghasilkan nilai-nilai injili yaitu keadilan, perdamaian, solidaritas dan kesejahteraan bersama. Dialog bersama TNI dan TNPB juga menjadi langkah penting dalam mewujudkan Papua Tanah Damai.

Kemudian, mengupayakan rekonsiliasi dan keadilan seluruh masyarakat. Gereja harus tetap berpihak pada kaum pribumi. Yang miskin dan tertindas, sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh Uskup pendahulu mendiang Mgr. John Philipus Saklil, yang mengusung moto ‘Siapkan Jalan Bagi Tuhan’.

Untuk itu, perlu teruskan semangat dan karya-karya baik yang telah diletakan dasar oleh Uskup pertama. Segala upaya harus dipastikan demi membuka pintu keselamatan bagi semua orang.

“Yang dengan iman total percaya kepada Yesus Kristus dan kita semua menjadi gereja yang terbuka bagi yang lain. Kapan saja dalam segala hal kepada siapa saja,” ujarnya.

Ia mengajak berjalan bersama-sama dalam harapan dan kasih seraya mengikuti Tuhan Yesus sebagai gembala sejati dan pintu keselamatan untuk membangun gereja dan masyarakat untuk mewujudkan kerajaan Allah di dunia ini. **