Timika,papuaglobalnews.com – Dalam semangat menjaga amanat konstitusi dan martabat Orang Asli Papua (OAP), Ketua Umum Dewan Adat Daerah (DAD) Kabupaten Mimika, Vinsent Oniyoma menyampaikan rasa keprihatinan mendalam terhadap praktik implementasi dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua di wilayah Mimika yang dinilai kurang tetap sasaran.

Demikian  tulis Vinsent dalam rilisnya kepada redaksi papuaglobalnews.com tertanggal 16 Oktober 2025.

Vinsent menduga terjadi penyimpangan serius dalam penggunaan dana Otsus yang berpotensi mengaburkan tujuan utama pemberdayaan masyarakat adat Papua. Jika demikian, Vinsent mempertanyakan dana Otsus untuk siapa?

”SADAR

Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan mendalam atas praktik penyaluran dana yang dinilai tidak tepat sasaran. Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kepala Bappeda Mimika Yohana Paliling beberapa waktu lalu, bahwa alokasi dana Otsus justru digunakan untuk sektor-sektor seperti perhubungan dan infrastruktur yang bukan merupakan kewenangan utama dana Otsus.

“Yang terjadi adalah uang OAP dirampok untuk hal lain,” tegas Vinsent.

Ia menyoroti akuntabilitas selama ini hanya diukur dari tingkat penyerapan anggaran dan kelengkapan dokumen administratif, bukan dari dampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat adat.

Ketimpangan Alokasi

Dikatakan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi secara normatif, dana Otsus Papua telah diatur melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 107 Tahun 2021, yang menetapkan proporsi alokasi minimal 30 persen untuk pendidikan, 20 persen untuk kesehatan dan 20 persen untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat adat.

Alokasi maksimal untuk infrastruktur dibatasi hanya 30 persen. Namun, dalam praktiknya, laporan dari Bappeda Mimika (Oktober 2025) menunjukkan bahwa Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) dialokasikan secara signifikan untuk sektor-sektor fisik seperti PUPR, Perhubungan dan Kominfo. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa fokus pembangunan bergeser dari pembangunan manusia ke pembangunan fisik yang mudah diukur secara kuantitatif. Namun tidak menyentuh substansi kesejahteraan jangka panjang masyarakat adat.

Hambatan Birokrasi dan Akuntabilitas Semu